Minggu, 28 April 2013

Ada... Di Luar

Geopoliticus Child Watching The Birth of The New Man by Salvador Dali
Ada yang mengetuk di luar. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang mengetuk di luar. Ketukannya semakin kencang. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang mengetuk di luar. ketukannya sangat kencang. Aku lihat, matahari berjubah dementor di luar. Menghisap puisi-puisi dari setiap benua.

Ada yang menangis di luar. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang menangis di luar. Tangisannya semakin kencang. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang menangis di luar. Tangisannya sangat kencang. Aku lihat, seseorang lahir dari dalam pasir. Sesaat setelah pepohonan memakamkan diri dalam ruang hampa.

Ada yang berteriak di luar. Ada yang berdentam di luar. Ada yang meledak di luar. Ada yang tenggelam di luar. Ada yang terdiam di retak cangkang, menuju kehancuran. Ada … di luar.
Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Dari Sebuah Cangkang

Geopoliticus Child Watching the Birth of the New Man by Salvador Dali
Bagian-bagian tubuhmu memaksa keluar. Menumpang kekuatan di alir sekujurmu.
Di bawah payung - entah apa itu - mula kehidupanmu di lindungi, selain keras selubung cangkang.
Siapa menunggumu di luar? Dua tubuh telanjang, entah apa pula yang ditunggu.

Lihatlah, betapa cangkang mencengkerammu erat.
Ia memaksamu tinggal, hingga retak berdarah.
Adakah yang kembali bergetar, selain kepalamu, selain tangan kirimu yang lebih dulu keluar?
dan kau tetap tenggelam tak sampai permukaan.

Apakah dua tubuh telanjang itu mampu menunggu?
Apakah tidak kelahiran dari cangkang menyesatkan dan mampu menuntaskan kesedihan-kesedihan yang lebih dulu tetas?

Sesudahnya,
tinggal kehidupan yang harus kau reka, tanpa kepedihan.

Puisi Karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com

Di Bumi yang Ibu

geopolitical by Salvador Dali
baru
kekuasaan lahir
menetas
dari cangkang-cangkang
mengandung darah

tahta melenyapkan yang sudah
ada dan nyata
di bumi yang ibu

mata-mata
menatap
seksama
keruh-peluh curiga
dan ketakutan
 
bersiap mmenyambut
yang tak mampu kau sebut
hanya takut

:diaminkan semesta.

Puisi Karya @sayap___langit - http://atapbintang0812.blogspot.com

Ayah, Ibu, Aku, dan Duniaku

Geopoliticus by Salvador Dali
1/
yang kita tunggu mulai menampakan wujudnya
pelan dan pasti
kedatanganya merusak dunia
2/
ayahmu akan segera kembali sebuah tanah baru akan ayah beri sementara ibu sabar menerima sedih di tanah tak berhati
3/
cangkang pecah
tugas ayah pun usai
aku senang tak terperi
menanti ayah kembali
4/
perang pecah
kita berpisah
ayah pergi
ibu mencari
dan aku sembunyi

Puisi Karya @hatijingga - http://hujanbulanmei.tumblr.com

Bumi dan Durjana

Geopoliticus Child Watching the Birth of the New Man by Salvador Dali (1943)


**
Pada hati Ibu bumi yang meronta
Melahirkan separuh jiwa
Ada jejak meretas perih pilu
Mereka menapak sejarah peradaban baru
Menggores getir tempat Ibu berpayung rindu
Merenggut penuh nafsu

*
Mereka manusia yang terlahir dari durjana
Yang seolah muncul dan berkuasa
Meremukkan rahim Ibunda
Memakan apa saja
Rakus, nyaris tak bersisa

*
Bumi seisinya, apalah daya?
Tak mampu berteriak lantang, murka
Tak sanggup menahan jejak ambisi durjana
Tertinggal rintih luka di sana
Di hati bumi, kalbu Ibunda

*
Masihkah ada hati di dunia
Untuk bumi seisinya?
Untuk Ibunda yang kini bermuram durja?
Untuk dunia yang mulai poranda?

*
Bertanya pada hati kita
Semestinya, di sana jawaban itu ada

*

-Bulaksumur, 26 April 2013-

Puisi Karya @phijatuasri -  http://lariksyair.blogdetik.com

Bumi dan Manusia

geopolitical child watching the birth of the new man by salvador dali
Tuhan membuat bumi sebagai tempat hunian termegah bagi manusia.
Tuhan sudah mempersiapkanya sedemikian rupa untuk sekumpulan makhluk yang diciptakannya.
Manusia sebagai makhluk yg dipercaya olehnya untuk menjaga seluruh isi bumi.
Bumi ini sangatlah indah. Jika manusia bisa melestarikanya.
Sayangnya manusia terkadang tak pernah sadar.
Bahwa mereka adalah makhluk yg paling dipercaya tuhan untuk menjadi pemimpin di bumi ini.
Merawat segala yg ada didalamnya untuk keturunan manusia kelak.
Sayang, generasi demi generasi yang dilahirkan di muka ini tak selamanya bisa menikmati keindahan bumi.
Mereka hanya bisa melihat sisa-sisa dari segala keindahan di muka bumi.


Puisi Karya @aliflifa - http://ceritalif.blogspot.com

Cangkang Kehidupan

geopolitical child watching the birth of the new man by salvador dali
Kitab dongeng para tetua bertutur tentang cangkang penyimpan embrio Nuh –

Selusin kepak mendarat di remah tanah
Menyulam tubuh pencari keabadian; pencari kehidupan baru terjanji, menjadi doa pengharapan setiap para bocah.

“Tunjuk satu daratan!” jerit wanita papa.
“Hentikan bandang lendut dari langit mentega, seseorang pasti tahu hal ini.”

Lalu ada hidup beranak-pinak dalam satu daratan.
Mengais waktu menikahi bumi dengan setia

Tetapi luntahan janji-janji si tuan kuning bermata kuning, makin menjulur menggapai leher-leher amarah
Kemudian henyak lelah terperangkap dalam pigura keegoisan
Tak bisa lari

Ada harap telanjang angkasa tentang bumi yang semakin sakit
Karena tumpah darahnya pada alis mata seekor jalak

Lalu peri bersorak sendu

“Berhenti rajam tanah dengan riuh! Berhenti! Karena tetumbuhan sebenarnya lekuk-lekuk di kelopak matamu
Dan hewan adalah darah yang mengalir dalam nadimu.”

Dan hening.
Yang mengecap manis menjahit ujarnya
Yang mengecap pahit sibuk merapal kutuk
Diterakan tanda tanya pada kening
Adakah ibu Bumi meluap angkara lagi?

Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh baik. *)

*) kutipan kitab Kejadian 1

Puisi Kolaborasi Karya @didochacha dan @_bianglala -  http://mruhulessin.wordpress.com/ dan http://pelangiaksara.wordpress.com

Manusia Baru

Geopolitical Child Watching the Birth of the New Man. by Salvador Dali
Bumi semakin sekarat
Tanah tempat kita berpijak
Kini mengerang bergeliat
Memuntahkan isinya yang berkarat

Manusia-manusia terlahir baru
Keluar dari cangkang rahim Ibu
Lalu, bertanya dengan wajah pilu
Apa yang harus ku lakukan untuk bumi ku?

Sejenak, hari makin berganti
Bulan menjadi matahari
Masihkah kita tetap berhierarki
Menjunjung tinggi keegoisan hati

Puisi Karya @amaniaghina -  http://imaginationoflove.tumblr.com/

Kelahiran yang Pemali Ini membuatku Gentar

Geopolitical Child Watching the Birth of the New Man by Salvador Dali
Aku gentar
Belum apa-apa lengannya sudah menjangkau seberang benua
Kepalanya menyembul bagai bola mata yang hendak keluar dari tempatnya
Kakinya seakan merobek semesta
Petaka

Aku bersembunyi di antara kaki entah siapa
Siapa saja asalkan aku tidak dekat-dekat dengannya
Aku menutup mataku sekali dua kali
Berkali-kali asalkan aku tidak melihat kelahirannya yang pemali

Tidak seharusnya ia lahir di sini
Di tempat yang tidak membutuhkan anomali
Mana induknya?
Kembalikan saja ia ke alam baka

Ini bumiku
Hijau penuh rimba
Biru oleh samudera
Ini bumiku
Tidak boleh berubah merah karena darah
Tidaklah bising karena desing

Aku gentar pada mereka yang lahir berbekal asumsi
Bahwa merusak alam adalah benar demi sesuap nasi
Lalu menyakiti demi gengsi adalah hal biasa
Belum tahu ahimsa?
Tidak percaya karma?

Ini bumi tempat aku menjejak
Bukan untuk dirusak

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Tanah Suka Dukaku

Geopoliticus Child Watching the Birth of the New Man (1943) - Salvador Dali
Tanah ini tanah suka dukaku
Tempat kami berpijak dengan jejak
Tempat kami bertualang dengan riang

Namun lihatlah bumi pertiwiku
Tanah ini telah tampak retak retak
Tanah ini sudah tak layak dikunjung

Bahkan sejak perang berhenti dulu
Kemana manusia manusia tak berotak
Kemana jiwa jiwa yang lengang

Kami telah kubur masa masa lalu
Cangkang kehidupan pun kini tergeletak
Cairan anyir leleh dari celah cangkang

Inikah manusia dan jiwa yang baru
Yang kan perbaiki pertiwi dengan bijak
Yang kan tanami hijau sampai rindang

Aku takkan sabar untuk menunggu
Tanah ini tempat kami berpijak
Tanah ini tempat kami bertualang
 
Puisi Karya @Susi_SmileKitty -  http://luphly-shie.blogspot.com/

(Belum) Terlahir

Geopoliticus by Salvador Dali
terseret udara hingga barat 
bukan aku yang kamu cari sebenarnya 
meski aku selalu kamu pegang erat 
aku tahu disana kamu temukan sahaya 
berhembus udara kering dan pasir 
terasa hangat dan menyentuh 
aku sebenarnya bukan ingin bercerita 
hanya ingin bergumam 
bergumam tentang kehidupan baru 
bergumam tentang yang telah dijanjikan 
aku rasa bukan itu maksudnya 
ternyata aku dipermainkan 
dibuat bingung tak karuan 
fikiranku mulai melayang 
terkoyak sepanjang padang ilalang 
beristirahatlah saja disana 
ini bukan sebuah takdir, kamu berdiri diantara kakiku 
lihatlah kenyataan yang begitu jujur itu 
menyakitakan kemudian melebur bersama darahmu 
bersama kesakitan yang akhirnya akan membuatmu memahami 
mengerti mengapa kamu berdiri dengan dua kakimu
 
Puisi Karya @RGAgastya - http://rgagastya.tumblr.com

The Birth

Geopoliticus Child Watching The Birth Of The New Man (1943)
By Salvador Dali

O,
cangkang rahim Ibu Bumi retak
digeliat lesak terdesak sesak
sampai pada titik paling akhir
leleh darah kelahiran
manusiamanusia paling
: Keparat

Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Kamis, 25 April 2013

Kepalaky Adalah Ruang Tunggu Tempat Mesin waktu

Foto by Jamie Baldridge
Kepalaku adalah ruang. Tempat mesin waktu mengolah detik-detak ke detak-detik, janji pertemuan. Tentang hidup-mati bersama yang berputar lelah, namun enggan sudah.

Dari sepotong kue tumbuh sebatang lilin, dengan nyala tetutup salju, terkikis angin. Lesu menunggu hembusan.

Setangkai lengan menopang dagu yang berat oleh lamunan jejak-jejakmu yang tak kunjung mendekat.

Kepalaku adalah ruang. Tempat mesin waktu pongah merayakan janji kepalsuan. Tunggu demi tunggu. Hanya bisu ke bisu. Jatuh di ruang itu, menumpuk.

Redup mata mematikan kata. Diam tak bersuara, menunggu di ruang itu.


Puisi Karya @sayap___langit - http://atapbintang0812.blogspot.com

Rabu, 24 April 2013

Ellevenses

Ellevenses by Jamie Baldridge
Sepasang pucuk puncak dadamu, menohok atap pikiranku. Dan ingatan itu selalu telanjang, duduk di hadapanku. Ingatan-ingatan yang selalu ingin kusaksikan, yang selalu enggan kauperlihatkan.

Di wajahmu yang selalu kaupasangi tirai marun adalah ikhtiar mengelabui sorot nyalang pikiranku; Bahwa benar ada yang lebih indah dari sepasang pucuk puncak yang memenuhi dadamu, juga sintal ramping pinggangmu; Bahwa benar sepasang matamu memancing berahi keingintahuanku tumbuh subur seperti virus-virus penggerogot tubuhmu hingga lengan mulus dijejali selang-selang infus.

Sepasang mata yang kau sembunyikan di balik tirai marun, adalah tempat sekumpulan cahaya di tanganmu menemukan jalan pulang. Sepasang mata yang selalu coba kau jaga nyalanya dengan bercangkir-cangkir kopi, sepasang mata yang menolak untuk bermimpi. Sepasang mata itu yang selalu enggan kauperlihatkan, yang selalu ingin kusaksikan.

Butuh berapa lama waktu aku menunggumu membuka sepenuh wajah?
 
Puisi Karya @acturindra - http://senjasorepetang.wordpress.com

Ziarah Kenangan

Foto by Jamie Baldridge
Malam tak lagi ramah. Ia marah-marah ketika aku menghidupi kisah cinta yang bodoh. Sedih, hanya serupa ranggas pohon yang tak lagi dapat menyembunyikan kata-kata. Kubakar saja, hingga bau busuk itu runtuh. Menyisakan ruang kosong yang mungkin kan disinggahi pengungsi atau hantu-hantu yang terus membayangi langkah, melagukan perih.

Malam marah-marah. Mengubah awan kelabu menjadi abu. Kedua mataku gelap, membuatku tersesat di jalan setapak hutan; jiwa. Puisi-puisiku bersembunyi dalam keruh air yang tergenang di dada; kenangan.

Ku kembalikan burung itu ke dalam pigura. Kuisi sangkarnya dengan sebatang ranggas pohon dan awan kelabu. Kubuang. Biar membusuk bersama kenangan. Dalam kepala. Dalam dosa.
 
Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Telanjang Kerapuhan

Foto by Jamie Baldridge
Tahukah kamu rasa sang kesepian yang berulang kali membaca seraut puisimu — membuat kegaduhan dalam sangkar ingatan tak hendak penyangkalan. Pun pendar mesin-mesin waktu berlompatan pernah mencuri; mencari-cari tepat masa temu yang denyar.

Tiba-tiba menguak pernah disebut rindu. Berlompatan dentum dari dada berdinding batu ke dinding batu — terhenti pada aksara terakhir, menakik pilu yang tak terlalaikan, meluntahkan ngilu dimampatkan kebas rasa.

Kini di mana kausembunyikan remah-remah cangkang penyesalan?

Semoga tidak di kepalamu, biar beda yang tumbuh. Seumpama sangkar-sangkar burung rapuh, mengapit tali jahit yang menali-pitakan ingatan dengan deguban.

Aku menandai pilu dalam diam tubuhku, dengan telanjang kerapuhan. Memangku doa-doa. Sesekali memecahkan cangkang waktu, menengok adakah lalaimu mampat di situ.

Sungguh, tiada kepuraan tersaji dari rapuh meja dan kursi kayu tempatku duduk dalam kesendirian tanpamu.

Puisi Kolaborasi Karya @dzdiazz dan @_bianglala - http://pelangiaksara.wordpress.com dan http://aksaralain.blogspot.com

Damai

Foto by Jamie Baldridge
Serupa senyumanmu yang menyingkap kelabu menjadi semburat biru
Himpitan-himpitan masa lalu yang menjadikannya kian terhunus

Tetap diam, mati rasa dalam heningnya siang
Menggenggam erat kenangan yang menjadikannya bisu

Masih tetap di sini
Bertahan dalam tangga-tangga kehidupan yang kian memuncak
Menyinggahi hati demi hati para pencari kedamaian

Sunyi sepi
Dan kau tak lagi peduli

Puisi Karya @aykartika_ -  http://itsmeaykartika.blogspot.com

Pemanah Luka

Foto by Jamie Baldridge
Tepat,
Ditempat yang pernah kau singgah
Kau tancapkan panah
Terluka bernanah
Lalu, berdarah

Vena dan arteri saling menyangkut
Ibarati dustamu mulai akut
Pun mataku berkias kabut
Buta akan cinta yang telah terparut

Ku coba lepaskan panah dihati
Pedih ku sembuhi luka sendiri
Apakah kau tak peduli?
Atau memang kau sudah tak punya hati?

Puisi Karya @amaniaghina -  http://imaginationoflove.tumblr.com
Annunciation by Jamie Baldridge
I’m a girl, staying in a castle
Surrounded by the pillar
Wrapped by the naked skin

The commoners call me lady
But I felt nobody

Can’t you see?
My soul needs to get free
But my body imprisons me

How poor you are
Who think that beauty is the only
Diamonds are the purely

Can’t you see?
Happiness is so simply
As long as you can full fill your stomach with some spicy
And your life with the lovely

Oh, Lord
I wanna break free
Like a bird from the broken birdcage
Leave all my bored life and find the new tree

Can’t you see?
I’m an angel without the wing
Miss the grass and the spring
Feel the wind and then breathing

But this life like only crook
Such a bed or the red carpet
Give the pain and the damned lust
And cursed me as the prettiest slu

Puisi Karya @ara_damiril -  http://apura.wordpress.com

Kepala Kotak

A Pattern of Monstrosity by Jamie Baldridge
Kepala kita adalah kotak yang sudah tak bisa lagi menjelma bulat seperti purnama
Meski sejuta helikopter meraung
Menarik – narik neuron
Pikiran dan rasa sama sekali tak bisa menyatu

Serisau senja
Sesepi subuh
Kita semakin sempurna memainkan peran
Menjadi patung berpakian menawan
Meski dada sudah hampir pecah karena jarak sudah mencapai titik nol
Tangan kita kaku, membeku, tuk saling menyentuh

Kita kotak dan akan selalu kotak
Semakin malam, semakin menua oleh keegoisan
Keras lalu kemudian renta
Semoga tak tertulis penyesalan nanti
Sebab telah menyembunyikan harga sebuah pengorbanan
Dalam kepala yang semakin kotak

22 April 2013 ~ pada sebuah senja

Puisi Karya @didochacha -  http://mruhulessin.wordpress.com

Oleh-oleh dari Negeri Seberang

Foto by Jamie Baldridge
/1/
Pada musim hujan
Pori tanah kekenyangan
Sendirian menyerap curah air
Tubuh tanah rapuh
Sendirian menahan aliran air

Syukurlah
Anak-anak senang berenang
Orang dewasa punya kegiatan memindahkan barang

/2/
Pada musim kemarau
Wajah tanah keriput tak karuan
Sendirian menahan rindu pada air
Kulit tanah retak
Sendirian menyerap tenaga surya

Syukurlah
Anak-anak makin senang bermain air
Orang dewasa banyak kegiatan untuk mencari sumbernya

/3/
Pada musim hujan pun kemarau
Satu per satu batang pohon tumbang
Tak ada akar yang harus menyerap
Tak ada daun yang harus menghisap

Kini anak-anak terlalu senang
Kelak dewasa tak tahu lagi cara bersenang-senang

Puisi Karya @warniwarnaku - http://warniwarnaku.tumblr.com

Aku Kini

Dainty Phyletic by Jamie Baldriedge
ini sedihku
ku kisahkan sebagai hujan yang tak berhenti turun
awan hitam terus mengantung di atas kepalaku
*
ini duka ku
ku lukiskan seperti bandang yang datang membawa seluruh ceriaku hatiku kosong terbawa air bah yang tak pernah surut
*
ini setiaku
ku ceritakan dalam payung hitam yang menghadang semua badai tak pudar walau waktu menggiring ke lautan airmata
*
inilah aku
sendiri melawan hujan karnamu kau lihatlah
aku akan bertahan
sampai mentari datang menyelamatkan senyumku

Puisi Karya @hatijingga - http://hujanbulanmei.tumblr.com

Di Muka Jendela

Perpetual Motion by Jamie Baldridge
Angin memberontak
Meniupi sekeping hati yang koyak
Nestapa ini seolah beranak-pinak
Membelenggu, seperti kotoran berkerak

*
Empat larik pagi ini
Kubingkiskan untuk dokter Windy
Ia cantik dan baik hati
Sesekali berlama-lama berada di sini
Mendengarkan aku membaca puisi

*
Aku baik-baik saja
Tetapi, mereka bilang aku gila
Berhari-hari kerjaku mematung di muka jendela
Mengawasi sesuatu yang entah, tak tahu apa
Menanti seseorang yang entah, siapa sosoknya
Aku… tak pernah ingat apa-apa

*
Hari ini dokter Windy datang lagi
Menemuiku yang mematung sendiri
Aku masih di muka jendela ini
Bukan untuk bersiap membaca puisi
Aku malah asyik memeluk sebuah kapal mini

*
Ada yang berbeda
Serentet peristiwa berkelebat di pelupuk mata

*
Kapal ini miliknya
Ia, yang selama ini kucoba mengingat tapi tak bisa

*
Dua tahun lalu ia hilang
Dany, buah hatiku semata wayang
Ia suka sekali bermain layang-layang,
berpura-pura menjadi pilot pesawat terbang
juga mengemudikan kapal seperti kakek asuhnya, Mr. Chang

*
 “Ngeng.. ngeng.. ngeng,” masih terngiang riang suaranya
Tiap kali berdiri di muka jendela
Aku seperti bisa mendengarkan celotehannya
Meski ia tak lagi ada di seberang jendela

*
Dany, masih kurasa ia berdiri di sana
Sesekali berteriak riang mengejar layang-layangnya
Sesekali menolehkan wajah ke tempatku berada
Lalu berseru, “Mama.. mama…!!”
Itu teriakan terakhirnya
Ketika sebuah mobil sporty menyambar tubuh mungilnya
Dany…, tiada kusangka

*

-Karang, 22 April 2013-

Puisi Karya @phijatuasri -  http://lariksyair.blogdetik.com

Rumit

 
The 55 Parallel by Jamie Baldridge
Aku mencoba menenangkan diri
Membawa secangkir teh hangat untuk ku nikmati
Tapi tetap tak bisa
Aku masih memikirkan segala hal yang memnuhi otakku
Berusaha bersikap tenang
Walau kenyataannya saraf otakku begitu tegang
Jaringan otakkupun semakin merumit
Masanya mungkin lebih berat
Seperti ada sekumpulan bom yang menjerat
Ah, entahlah apa yang aku fikirkan
Kehidupan ini begitu penuh tanda tanya
Membuatku ingin tahu segalanya
Padahal logikaku saja tak mampu menanggapinya
Aku , makhluk yang diciptakan Tuhan
Tugasku untuk menikmati kehidupan
Serta membuatnya bermakna di setiap bagian

Puisi Karya @aliflifa - http://ceritalif.blogspot.com

Mati!

Annunciation by Jamie Baldridge
Ku tak sanggup untuk telentang lagi
Kala cairan jalangmu merekah di sini

Diam, bungkam dan hanya gamang
Dalam remang remang sudut ranjang

Ku tak kuasa berlari ke sudut sudut lain
Ketika sadar tubuhku polos tanpa pakaian

Duniaku runtuh bagai diterpa badai
Dalam ringkuk hanya tinggal caci maki

Kau... cepatlah pergi dari diriku
Kemolekanku hanya menanam nafsu

Dan kini, tamparan angin bagai sembilu
Dalam lengung kutinggalkan raga polosku
 
Puisi Karya @Susi_SmileKitty - http://luphly-shie.blogspot.com

Sebentuk Telanjang Mempertanyakan Aku

Foto by Jamie Baldridge
Aku hanyalah sebentuk tubuh telanjang yang
terbangun di tengah padang gersang

Aku membawa satu buntal berisi entah
sebagai bekal mengembara selama entah

Siapa yang tahu berapa lama kita berada di sini
atau di sana

Aku hanyalah sebuah konsep tentang hidup
menjaga atma agar jangan dulu meredup

Aku membawa satu nyawa bervisi mentah
meminta tambahan waktu sampai entah

Siapa yang tahu kapan kita akan mati
atau lahir lagi nanti

Aku adalah kamu yang tak kamu sadari
sejenak ada lalu pergi lagi

Aku adalah hal-hal yang kamu gerogoti
akan habis tanpa bisa dimuntahkan kembali

Aku adalah misteri yang kerap kamu teliti
beribu hari

Aku adalah waktu
Aku adalah waktu

yang kamu sia-siakan itu…

*

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Katakan Kamu

Phrases from a broken language byJamie Baldridge
Kamu

Penggalan kalimat diantara paragraf

sayang aku tidak pernah membacamu

bukan aku tidak mau, bukan aku tidak tahu

bagaimana jika aku salah menilaimu

hatiku terus berkata bagaimana jika aku adalah kamu

mencoba memahamimu sendiri bukan barang sulit

kamu tahu aku bisu

kamu tahu bibirku selalu kecu ketika melihatmu

lihatlah potongan-potongan kata ini berserakan dilantai

itulah yang seharuhnya aku sampaikan padamu

aku merasa dibodohi

bagaimana dan bagaimana saja yang ada difikiranku

terlalu panjang aku memikirkanmu tanpa berkata

ya, aku hanya memikirkanmu saja

hingga tenggelam aku tetap terima

dan sebaiknya aku mulai berkata

Puisi Karya @RGAgastya - http://rgagastya.tumblr.com

Visitation

The Visitation By Jamie Baldridge
Sila, masuk ke aku!

Engkau kuundang sekali lagi
dan kelak berkali lagi
ke kelam(in)ku
ke semua yang terbuka celah di aku

Kubiar engkau berkunjung
sebab seperti pergi datangnya kereta
engkau retas sunyiku yang laun ke kian
sampai rasa itu ke pekik
kerna tak berjeda terus kau takik

Dan
dari sela bibir kuburai deretan sajak
untuk sekali lagi dan kelak berkali lagi
larik ritmiknya kudeklamasikan
langsung ke sepasang tatapmu
agar terbaca biar terdengar



meski
: absurd
Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Sang Pengeja Rindu

Foto by Jamie Baldridge
Aku masih di sini, Kekasih,
Sendiri mengeja rindu nan perih,
Tanpamu yang telah tanamkan luka pedih,
Sebab hati tak lagi bisa memilih.

Meja bundar adalah rinduku yang sendiri,
Bangku kayu bukanlah kamu yang menemani,
Sedang aku masih duduk merenungi sepi,
Berharap rindu tak terburu-buru pergi.

Di bola mataku jatuh bayang burung dalam sangkar,
Membisu seakan tak lagi sadar,
Mungkin ikut berduka atas rindu di atas makam yang kian mekar,
Tanpa senandung yang membiaskan geletar.

Jemariku masih sibuk mengeja sandi,
Menekan berkali-kali hanya demi sesuatu yang tak pasti,
Burung-burung bisu kembali bernyanyi,
Hingga sanggurdi telingaku bisa mendengar sapa rindumu lagi.

Aku masih belum menyerah,
Kutekan lagi sandi tanpa pasrah,
Berharap pesan rindu sampai padamu yang dilanda amarah,
Sebab pelupuk mataku kian basah.

Sekali lagi kutekan,
Hanya untuk memastikan,
Rindu akan mendapatkan balasan,
Lewat sebait nyanyian.

Tapi, burung biru tetap kelu,
Burung putih masih saja pilu,
Burung merah tak kunjung berdendang syahdu,
Ini adalah sebenar-benarnya rindu.

Dalam ketabahan sebuah penantian aku belajar mendengarkan,
Pada detak yang mungkin kaukirimkan,
Hanya kepekaan yang bisa mengartikan,
Perlahan jatuh merasuk ke indera pendengaran.

Debar kerinduan kudengar dengan saksama,
Berharap kita bisa merangkainya bersama-sama,
Tapi, bukan cinta kalau hanya rindu yang utama,
Sebab cinta ada kalanya sekadar sapa pada sesama,

Aku kembali mengeja waktu dalam sentuhan,
Mengirimkan sinyal mengharap balasan,
Dan, usaha bukanlah kesia-siaan,
Sebab akhirnya kudengar sebuah sapaan.

Aku melonjak, aku berteriak,
Rinduku sirna mendadak,
Lewat kicauan burung dalam sangkar perak,
Ah! Ternyata itu hanya suara burung tersedak.

Aku merintih mendengar kabar palsu,
Di lebam dada, rindu masih bertalu,
Di bangku kayu aku masih menunggu,
Balasan rindu dari kicau burung biru.

Mataram, 20 April 2013 (11:25 Wita) 

Puisi Karya @momo_DM - http://bianglalakata.wordpres.com

Sabtu, 20 April 2013

Manis Sepertimu

Masih seperti dulu
Aku suka melihat senyumnya yang sibuk memindahkan tomat-tomat pada piring nasi gorengnya

Menambahkan garam dan lada yang selalu menjadi temannya Memandangi gelas anggurnya dan memainkan jeruk yang melingkar manis di depannya

Masih seperti dulu
Keheningan malam dihiasi irisan kue-kue sembari menanti pagi
Diiringi asap rokok yang berhembus dari mulutnya
Perlahan, menyisakan kepulan-kepulan asap berbentuk hati tak sempurna

Sunyi sepi

Pemandangan tetap sama dari waktu ke waktu
Lelaki tinggi manis yang suka sekali tersenyum
Membuatku terpesona lagi



Puisi Karya @aykartika_ ~ http://itsmeaykartika.blogspot.com

Tertahan

Tertahan akhirnya mataku
Pada sebuah tomat yang ranum
Tumbuh subur dipipimu

Juga pada matamu
Bulir-bulir lada hitam bulat sempurna
Tajam
Menembus remang tulang belulang

Izinkan aku tertahan
Senyap pada sosokmu

Ranjau pesonamu menjadikanku
Serupa cangkir kopi yang setia mematung
Hingga tetes hitam itu akhirnya musnah

Senyap dan senyap
Tertahan padamu

Puisi Karya @didochacha ~  http://mruhulessin.wordpress.com

Aku Menepikanmu

“Cukup dua musim berbuah, aku sudah tiba di bawah pohon mangga — buah kesukaanku,” katamu.

Itu janjimu, kau tulis dalam puisi.
Di atasnya kau dirikan altar, beralas kain putih,
di sini.

Ini musim yang kesekian. Aku menantimu.
Hanya angin berderak tanpa kabar.
Menjatuhkan daun-daun — enggan rindu; enggan dipeluk.

Bisa saja kau lupa, seperti biasa lupa selalu.
Sebab kepalamu mulai berbunga jambu
mungkin angin salah meniup, jatuh kabar tak menentu.
Dan kau salah pohon.

Kini kau tiba dari kepergianmu, bertamu di kursi beranda rumah.
Angin lirih menghantar percakapan sepoi.

Ahaa, kaubawakan dua bungkus rujak: “pedas sekali dengan banyak potongan mangga,” katamu

Aku mengaturnya,menghidangkan untuk kita di atas dua piring saji.
Segera saja kau mulai asyik melahap buah-buahnya — “pedas,” katamu sambil melirikku.

Lalu aku pun asyik mulai menepikan semua potongan mangga itu di tepi — “nanti kubuang,” kataku.

Percakapan kita terhenti.

Akhirnya kau mengerti
– aku yang menepikanmu.

Puisi Karya @_bianglala ~ http://pelangiaksara.wordpress.com

Aku sendiri

Malam hujan, gigil sampai ngilu sendi-sendi
Di teras atas, ramai aku sendiri
Juga denting gelas aduan sendok
Wedang jahe masih mengepul, tegas

Hangat menyeruak, dari kesedihan ke kesepian
Ingat caranya merajuk, apel yang kukupas sudah berubah warna
Dari putih pucat ke lemas coklat
Masih ramai sendiri, kenangan pasi
Tak berkabar dari serbuk bintang

Aku barangkali,
Hening dan pergi yang kau amini
Sampai kopi enggan menyajikan diri
Dan malam selesai tanpa mampu kuakhiri
Puisi Karya @dzdiazz ~ http://aksaralain.blogspot.com

Tak Berjudul

Cinta itu berjatuhan ke telinga
lantas
menjalar pelan
pelan ke bidang dada

Rindu berhamburan di meja makan
menjelma sintal
kuning pisang meminta
tuntas

dan cemburu ruah dalam semangkuk
rujak ulek ibu pedas
menggigit kata
menyebabkan titik peluh airmata

lantas pungkas
dalam sepiring pudding
lembut bibir 
 
Puisi Karya @sayap__langit ~  http://atapbintang0812.blogspot.com/

Jumat, 19 April 2013

Hikayat Rebung

Jangan bersedih!
Meski kau tak menjulang tempat angin bertindih,
urung menjadi rumpun tempat bersinggungan segala perih,
kau mulia dengan gempal dagingmu yang putih.

Sabarlah!
Dengan teriris-iris, bukan berarti kamu kalah.
Kesucian pengorbanan tak pernah punah.
Jadi, jangan pernah menyimpan segala serapah.

Hilangkan nyeri perih!
Saat kau direbus dalam air mendidih,
pahitmu akan hilang,
mulut kami akan menyambutmu riang.

Terimalah takdirmu!
Kudapan santan dan segala bumbu, mereka penyempurnamu.
Bersama sebakul nasi dan ikan asin bertautan,
Kalian santapan paling melenakan.

Sesuap-dua, masuk ke mulut kami.
Sekalori-dua, menjadi cadangan energi,
untuk kami berlari,
berlomba mendapat rida Ilahi.

Surabaya, 19 April 2013

Puisi Karya @aa_muizz ~ http://butirbutirhujan.wordpress.com

Tiga Perihal yang Selalu Kutemukan dalam Keranjang Hitam Gadis Bergaun Sewarna Rembulan Pucat

Malam baru saja tiba, mengantar geligir ngilu ke pasar kesunyian. Berkeranjang hitam, dengan gaun sewarna rembulan pucat yang sirnarnya dicuri mendung, gadis itu memilih dan memilah kesedihan bagi dirinya, mungkin juga kebahagiaan. Karena tidak ada yang tahu, barangkali kesedihan-kesedihan yang tersimpan lama akan jauh bermakna dari kebahagian-kebahagian yang cepat tiba lantas segera tiada.

Anggur merah sewarna luka dalam dadanya, Asin garam serupa krital-krital bening yang meleleh dari laut matanya, juga gulali merah muda seperti lingkar rona pipi saat legit cinta belum luruh terhapus deru waktu. Adalah tiga perihal yang dipilih gadis itu untuk menemaninya melewati malam.

: Anggur merah sewarna luka. Ah, barangkali luka memang benar-benar seperti anggur merah; diperas lalu disimpan hingga butuh beberapa jenak untuk jadi sesuatu yang beraroma menggoda, sesuatu yang memabukkan para pecinta. Ah, luka, kau telah jadi candu bagi dada gadis itu — dada yang lebam membiru sebab haru.

: Asin garam serupa kristal-kristal bening yang meleleh dari laut matanya. Barangkali tak ada petani garam yang lebih tabah dari seseorang yang cintanya jatuh pada tempat yang salah. Dan gadis itu, gadis yang menyimpan keheningan laut di matanya, adalah seseorang di antaranya.

: Gulali merah muda seperti lingkar rona pipi. Barangkali memang masih ada yang ingin dikenang dari kecap legitnya cinta yang pernah singgah di lidahnya; manis-manis yang kini cuma meninggalkan pahit, juga perih di tenggorokannya.

Malam baru saja tiba, masih ada yang ingin dibeli gadis bergaun sewarna rembulan puncat di langit sana dari pasar kesunyian. Entah itu kebahagiaan yang segera tiada, atau kesedihan-kesedihan yang menjadikannya bermakna. Entahlah…

Puisi Karya @acturindra ~ http://senjasorepetang.wordpress.com

#Astha

Kira-kira apa yang tak pernah kaukhayalkan?

Tentang piring-piring yang penuh selada?
Sebuah dapur dengan aroma roti?
Perpustakaan tempat kau diam-diam mencuri ciuman?

Kira-kira apa yang tak pernah kaukhayalkan (untukku) ?

Sebuah tempat tidur besar tanpa kamar.
Sebuah jari tanpa cincin.
Sebuah nanar yang nanap.

Di batasnya, #Astha kelak, butir-butir hujan akan beraroma coklat panas. Di beranda kenangan yang getas. Menuntaskan rindu yang cemas.

Puisi Karya @empatsayap ~  http://4sayap.wordpress.com

Hujan Kali Ini

masih di tepi jendela menatap hujan yang tak juga reda
ada kopi manis dan pisang goreng di meja tapi tak mampu mengundang laparku tiba
masih menghitung jejak-jejak yang di tinggalkan hujan di jendela mengingatkanku pada sisa jagung bakar di bibirmu yang ku rapihkan dengan telunjukku
ah… aku jadi rindu saat-saat itu
———-
hujan di pinggir jalan dan kita berbagi hangat lewat bongol jagung bakar bergantian
sebenarnya ingin ku ambil langsung hangat itu dari bibirmu tapi tatapan sinis penjual jagung bakar mengurungkan niat kita… andai saja ada tukang wedang jahe saat ini maka sempurnalah waktu hujan kita
———-
entah kapan saat seperti itu kembali lagi hujan bisa datang kapan saja tapi kamu di mana sekarang?
ini hujan kesekian aku sendirian dan kenangan yang hadir bersama hujan buatku makin kesepian

Puisi Karya @hatijingga ~ http://hujanbulanmei.tumblr.com

Yu Pulen dan Sup Jagung

Pagi sudah menjelang
Akhir pekan sebuah agenda terpampang
Nemplok sangat lekat pada tubuh si dandang
Membiarkan senyum kecutku menghilang
Tetapi, sungguh sayang
Sesaat kemudian cemas berduyun datang
*
Mau masak apa kita?
Yang segar atau yang bikin ceria?
Membolak-balik buku resep zaman baheula, ah biasa!
Kita butuh yang lebih istimewa
*
Yu Pulen, masak apa kita?
Masih berpikir, belum tahu mau masak apa
Masa sih Yu Pulen kehabisan ide gila?
*
Yuk, mengintip kulkas cenik kita
Well, tinggal jagung manis dan sekerat wortel di sana
Eh, tapi masih ada bawang bombay bersembunyi di sebaliknya
Juga brokoli hijau.. hmm, bikin gemas melihatnya
*
Baiklah, lipatan otakku pun bekerja
Aha…! Kita masak sup jagung saja
Biar kian hangat suasana
Dan bikin weekend tambah ceria
*
Jangan panggil aku Yu Pulen kalau tak mampu
Biar kujabani tantangan menguasai dapur ibu
Sehari ini saja buat latihanku
Karena jadi emak itu gampang-gampang-susah, kata ibu
*
Jadilah dimulai dengan cuci tangan dulu
Cuci sayuran, lalu kupas bumbu
Bawang putih, kemiri, garam, merica berkumpul jadi satu
Beradu kekuatan hingga lumat di atas cobek ibu
Nasib sayuran pun begitu
Diserut, dipotong-potong sesuka hatiku
*
Persiapan selesai lalu berpindah lagi
Kompor dan panci berisi air sudah menanti
Kupantik api hingga menyala menjilati panci
Membiarkannya mendidih sebelum bumbu menceburkan diri
*
Plung… plung… plung….
*
Begitu mendidih bumbu pun dicemplungkan
Tak lama giliran antrian sayuran
Terjun satu-satu bak atlet loncat indah beraksi dari ketinggian
Ingat, tak boleh kelamaan karena ini sup sayuran
O ya…, sebutir telur ayam boleh juga sebagai tambahan
Terakhir, larutan tepung maizena dan gula pasir sebagai sentuhan
*
Voila!
Ini dia sup sayuran hangat kita
Yu Pulen memberinya nama,
Sup Jagung Ceria
*
Hmm.. aromanya sungguh menggoda selera
Jadi, sudah siap bersantap sama-sama?

**

-Karang, 18 April 2013-

Puisi Karya @phijatuasri ~  http://lariksyair.blogdetik.com

Bangun, Sayang

Bangun, sayang
Kopimu sudah kuantar disisi kanan ranjang
Dengan dua sendok gula dan satu cangkir cinta
Sesaplah keduanya dengan penuh rasa

Bangun, sayang
Nasi gorengmu sudah kuhidangkan
Jangan biarkan rasanya menjadi hambar
Hanya karena kau kira aku lupa memberinya garam

Bangun, sayang
Sayur kacangmu sekarang tumpah berantakan
Dan aku sadar akan kehilangan serta keheningan
Tapi ilusimu selalu berhasil berjangkar diotak kanan

Anggur merahku berubah menjadi ungu
Mewakili hati bersiap lagi bertemu pilu
Menunggu sosokmu diambang pintu, selalu begitu
Dulu, sebelum kepergianmu
Puisi Karya @Amaniaghina ~ http://imaginationoflove.tumblr.com

Dapur dan Meja Makan

tak pernah ada kata “aku” disetiap adukan
semestinya bukan dia yang kau garami
bagaimana jika dia mulai menggelinjang?
aku sudah pernah mengatakan sebelumnya
jelas saja, karena garam dan merica tidak akan pernah bercerai
kedengkian yang kemiri rasakan bukanlah hal yang sama
aku hanya memintamu adil
diatas sini semua terlihat rata
rapi dan menggoda
bagaimana jika ketumbar tahu kebusukanmu?
aku mulai bosan dengan pertengkaran ini
aku terima kau jadikan aku sambal
tapi ingat, bukan aku yang membecimu
karena akulah menu utamamu

Puisi Karya  @RGAgastya ~ http://rgagastya.tumblr.com

Hari Ini di Keranjang Belanja

Hari ini di keranjang belanja,
Kita temukan jengkol, petai dan udang
Dua yang pertama kesukaanmu,
Sedang yang terakhir favoritku

Seperti kita yang terkadang saling rajuk karena situasi yang tak sesuai,
Aku mabuk oleh bau pesing,
Engkau alergi dengan si udang

Lalu munculah mangga, durian dan alpukat

Dua yang pertama hanya ada ketika musimnya
Sedang yang terakhir seperti selamanya

Buah mangga yang kuidamkan, ternyata sulit ditemukan
Juga durian yang kau larang, ternyata pernah kau makan sendiri diam-diam

Lalu si alpukat adalah penengah yang baik untuk kita sayang…
Tanpa perlu diidam-idamkan dan sembunyi diam-diam

Begitulah kehidupan,
Kadang seperti jengkol dan petai
Tak kusuka tetapi tetap kuhidangkan

Kadang juga seperti udang,
Membuatmu gatal tetapi sedikit-sedikit tetap kau santap

Kehidupan juga sering seperti mangga,
Diidamkan tetapi sulit dicapai,

Lain waktu kehidupan berubah seperti durian,
Kita sukai tetapi hanya kau yang menikmati

Atau menjadi seperti alpukat,
Kita nikmati bersama, dengan bayi kita, yang bernama bahagia.

Jengkol, petai, udang, mangga, durian dan alpukat
Mana yang akan kita pilih?

Hari ini di keranjang belanja,
Kita memilih masing-masing kesukaan, tanpa perlu kehilangan rasa.
Puisi Karya @Ara_Damiril ~ http://apura.wordpress.com

Kepergian

Sayur dan lauk-pauk menjadi hidangan pelengkap nasi
Tapi sekarang aku tak merasakan kelengkapannya lagi
Bukan karna tak ada lauk ataupun sayur
Tapi karna tak ada kamu di sisi

Irisan bawang merah memang perih
Tapi tak seperih hatiku saat kamu tinggal pergi
Mengirisnya memang bisa membuat mata menangis
Tapi Kehilanganmu bisa membuat hati menangis

Dulu ada pemanis yang bisa mengalahkan gula
Kini semua pemanis tak pernah terasa manis
Semuanya terasa tawar
Karna yang kurasa paling manis hanya senyum di bibirmu

Hatiku rasanya remuk saat harus membiarkanmu pergi
Remuknya mungkin lebih parah dari telur yang pecah
Rasanyapun lebih pedas dari sekumpulan lada
Kini aku sendiri seperti sebuah butiran kemiri

Puisi Karya @alilifa ~  http://ceritalif.blogspot.com

Nasi Padang Vs Senyuman

Lidahku semakin kering karena fatamorgana
Mendung menantang tetapi hujan tak kunjung datang
Bagaimana menghapus dahaga?
Tak ada sungai lebar menganga
Sementara mulutku harus terus berkata-kata
Meneriakkan kecaman mewakili rakyat jelata

Kata kasihan tak bisa menunda lapar
Debu jalanan tak bisa jadi makanan
Meskipun kau taburkan bumbu kacang di atasnya
Kotoran tak akan seenak sate ayam

Lapar ini, tak seperti biasa
Ada ikan bakar pemberian entah siapa
Tak kuhiraukan
Demi seorang gadis di seberang sana
yang duduk tenang menikmati roti jamuran
Sambil menunggu lampu merah menyala

“Lemparkan kepadaku sekotak nasi Padang.”
Mungkin begitu katanya pada setiap mobil yang lewat
Sementara kamu, dari balik kaca mobilmu
hanya melemparkan senyuman

Pikirmu cukup?

Puisi Karya @ManDewi ~ http://mandewi.wordpress.com

Percakapan Kecil Kita

Percakapan kecil antara aku dan kamu berupa camilan..
Kau cicip kata-kataku, renyah..
Kau suka?? Aku tertawa..
Ada kalanya aku hanya diam, dan kau hanya menatap ku tanpa perlu bertanya : ada apa..
Kita saling menatap, diam..
Aku men(y)a(n)tap senyummu; lengkung pisang, ku lumat perlahan, manis..
Kau menyentuh pipiku; semerah tomat masak, petik saja sekarang..
Kemudian kita tenggelam di dasar bahu..
Lahan pohon anggur, memabukkan..

Puisi Karya @warniwarnaku ~  http://warniwarnaku.tumblr.com

Perpisahan Ini Salah

Ada yang tak kumengerti dari perpisahan ini
Mataku sampai sembab karena tangisan semalam tadi
Langkah kakiku pun terasa berat di satu sisi
Belum lagi, perutku keroncongan setengah mati

Aku berjalan terseok menuju dapur yang berdiri kokoh
Kuiris tipis-tipis bawang merah dan putih sampai perih
Bagian ini jangan terlewatkan, paprika berwarna merah
Lalu kugoreng hingga harum mewangi bersama nasi putih

Di meja ini, tempat biasa kuhidangkan menu kesukaanmu
Tapi kini, kulewati pagi tanpa harus menatap senyummu
"Hmmm asin, sayang!" Komentarmu pada pagi dulu
Itu pertama kalinya kutaburkan garam dan lada tanpa takaran jitu

Aku tahu... ada yang salah jika kita berpisah
Mungkinkah masakanku tak bisa menghibur lelah
Atau aku tak sehebat dia yang kau puji tanpa celah
Inginku manis-manis saja seperti gula pasir yang putih

Tidakkah kau berpikir bahwa cinta kita ini diuji
Lalu mengapa kau beri nanas yang penuh dengan duri
Di sisa-sisa malam saat aku menagih janji suci
Salahkah bila janin ini hadir pada seribu hari


Puisi Karya @Susi_SmileKitty ~ http://luphly-shie.blogspot.com

Drama(tis) Pagi

Bangunlah, Lelakiku.
Mumpung hari masih mengkal belum matang digantang siang. Lupakah kau selalu ada aku yang sedang menunggumu bangkit dari ranjang?
Atau kau ingin aku menerjang ke arahmu, menindih, lalu mencumbumu seperti di film-film romansa itu?

Kau siapkan saja alasan agar tak usah berangkat kerja. Kita bisa duduk di halaman belakang sambil menontoni drama pagi di sepanjang gang rumah kita atau seharian bercinta di tempat-tempat yang tak terjangkau oleh mata bahkan oleh milik Penjaga Pagi?

: terserah inginmu
Dengar,
aku sudah menjerang air untuk menyeduh kopi, membuatkanmu roti lapis isi keju leleh, yang ditumpuk di atas selada dan tomat merah rekah basah oleh embun. Dan anggur merah sebagai penutup yang akan kusuapkan langsung ke mulutmu dengan mulutku yang merindu.

Ayolah, bangun!
Matahari sudah tak malu-malu lagi membuat terik dan gerah hingga peluhku netes-netes di leher dan punggung. Yang kau selalu katakan aku seksi ketika begitu.

Aku tahu kau bohong,
mana mungkin perempuan kecut yang telat mandi bisa seksi?

Tapi, bukalah matamu sekarang juga.
Temani aku melukis pagi sekaligus membusak ingatan tentang kelamnya malam tadi. Aku sudah menata dengan warna biru semu abu-abu di langit-langit rumah, menunggu awan-awan kapas itu benar-benar matang lalu menjadi hujan.


lalu kau dan aku,
nari-nari nyanyi seperti kanak-kanak abadi.

Bangunlah sekarang atau…
mulai besok akan lebih mudah bagiku mengabaikanmu saja.
Tak lagi melewatkan pagi dengan episode-episode kejutan sebagai bekal cerita kita di malam berikutnya.

Puisi Karya @melcorner ~ http://jejakmelctr.wordpress.com

Sang Pengeja Rindu (3)

Malam meregang rindu yang jalang,
Ada hangat di sudut bibir dalam senyum hilang,
Ini bukan garam, Sayang,
Hanya airmata yang sesaat datang.

Lalu, perlahan jatuh di atas piring nasi,
Kosong, masih tanpa isi,
Selalu seperti itu tetap dalam posisi,
Sejak kau tak lagi di sisi.

Kini, tatapanku berpindah pada sayur bening,
Terdiam dalam cawan yang hening,
Kuaduk sedikit tuk temukan ingatan tentangmu,
Namun, daun bayam tak menjelaskan apa-apa padaku.

Kau menghilang begitu saja, tiba-tiba,
Meninggalkan rinduku hingga berjelaga,
Meskipun kutahu merindukanmu mereguk tuba,
Bagiku rasaku tetaplah setenang telaga.

Aku masih membisu memainkan sendok dan garpu,
Membiarkan keduanya saling beradu,
Entah siapa yang akan menyuapiku lebih dulu,
Yang jelas bukan kamu.

Keduanya berdiskusi dalam denting keraguan,
Menunggu sesendok nasi untuk kauhidangkan,
Meskipun hanya kesia-siaan,
Bagiku tetaplah bukan penyiksaan.

Kemarilah, Kekasih!
Jangan biarkan piring nasiku kosong hingga perutku perih,
Sebab merindukanmu jauh lebih sedih,
Namun kutahu, menunggumu tak mengenal kata letih.

Aku beranjak dari kursi kayu,
Mengemasi rindu yang perlahan mulai layu,
Membiarkan lambung mendendangkan lagu,
Sampai pilu menggadaikan nyawa hingga tak laku.

Terluka tak membuatku serta merta menyerah,
Kuambil sebuah apel merah,
Kugigit hingga bibirku berdarah,
Begitu caraku mengingat ciumanmu yang tak kenal kata sudah.

Mataram, 17 April 2013 (09:54 Wita)

Puisi Karya @momo_DM ~ http://bianglalakata.wordpress.com

Rabu, 17 April 2013

Dalam Perpisahan

Pada selusin kenangan yang kian menantang kebajikan
Rumput-rumput telah menghentikan sinar mentari yang hendak menjamah tanah
Awan mulai mengering
Sepi
Diam
Ketika hanya tersisa kau dan aku
Yang semakin nyata berbeda dalam ruang dan waktu

Hari berlari dan menikam dengan rindu seenaknya
Rambut berlomba untuk menipis
Kristal bening disudut pelipis
Bahkan kita bersepakat untuk memangkas badai
Dengan lupa mandi pagi

Barangkali nanti dalam sebuah masa depan
Kita akan benar rindu pada masa
Dimana aksaraku tak dapat kusematkan langsung dalam teduh matamu
Dan aksaramu yang terlambat sampai mengecup keningku
Nikmatilah perpisahaan sementara ini

Puisi Karya @didochacha -  http://mruhulessin.wordpress.com

Rindu

selamat pagi duniaku 
hatiku menyapa 
kali ini berbeda ketika setiap jengkal kakimu terus berderu 
memburu dikepalaku, setiap hari 
aku selalu memikirkan bagaimana aku 
kamu dan tempat dimana kamu 
bukankah tadinya kita berdekatan, meski sampai sekarang kita masih 
ya, bukanlah waktu yang ku permasalahkan untuk aku dapat meraih hidungmu 
tapi bagaimana jika aku lupa mandi pagi? 
gosok gigi pun kadang aku curiga, mengapa bisa aku menjadi lupa 
apa karena kita sudah tidak bisa saling bertatap? 
sudahlah, mungkin ini rindu 
biar aku timbun di hati agar nanti bisa aku luapkan di hadapanmu 
ya, ini memang rindu 
selamat malam duniamu
 
Puisi Karya @RGAgastya -  http://rgagastya.tumblr.com

Kesekian Kali

Kepadamu, aku ingin bercerita
Tentang hari-hari indah yang telah kulewatkan

Merinduimu lagi dan lagi, setiap hari
Hampir lupa mandi pagi hanya karena menanti kabar yang tak kunjung pasti

Memikirkanmu lagi dan lagi, setiap malam
Bercengkrama dengan bintang-bintang sambil bernyanyi


Pelukan romantis yang dirasa sudah terlalu lama hilang
Ia sibuk mencari tuannya

Kemana hati harus berlabuh?
Sedang kota demi kota hanya diam membisu menyaksikan kepergianmu
Lagi, untuk yang kesekian kali

Dan aku, menanti lagi.


Puisi Karya @aykartika_ -  http://itsmeaykartika.blogspot.com

Selasa, 16 April 2013

Empat Ratus Delapan Puluh Tujuh Kilometer (2)

– untuk Mustika Aprilia

Empat ratus delapan puluh tujuh kilometer

Mustika, kaki-kakiku rindu menjelajah kota-kota di hatimu. Meski musim-musim cinta telah berlalu, dan menyisa geligis sepi juga ngilu, serta menggugurkan peri-peri mungil di matamu dan menjatuhkannya ke lereng-lereng pipimu. Aku masih ingin tetap tinggal di sana, di sepasang matamu, di sepasang pipimu — tempat semburat rona jingga senja pernah menelusup dalam-dalam mencatatkan ingatan tentang bahagia.

Mustika, aksara-aksaraku kini tak lagi beralas apa-apa. Di antara terjal jalan yang berbatu menujumu, aku menemukan banyak lampion-lampion merah muda berisi doa-doa baik yang diterbangkan entah oleh sesiapa, juga berkerat-kerat botol bir yang telah kehilangan aroma. Aksara-aksaraku kini tak beralas apa-apa, sementara lonceng-lonceng tua dalam kepala terus-terus saja menderakkan luka-lukamu yang tak pernah mampu kubasuh dengan lupa.

Empat ratus delapan puluh tujuh kilometer

Ada yang tak sempat aku kemasi, bahkan sampai-sampai membuatku lupa mandi pagi. Sesal itu, Mustika. Sesal itu seperti malam yang terus mengutukku dengan ribuan mimpi buruk. Dan kini aku tak ingin lagi terlelap, aku tak ingin lagi bermimpi. Ah, namun perjalanan ini masih teramat jauh bukan. Jadi, jangan biarkan aku bermimpi, Mustika, jangan. Barangkali paling tidak pada beberapa spasi dalam puisi ini.
Puisi Karya @acturindra - http://senjasorepetang.wordpress.com

Ketakutanku

aku takut sampai lupa mandi pagi
selimut itu masih membungkusku bersama
kelam di antara suara tapak kakimu dan
mimpi yang belum usai

demikian banyak kealpaan yang merusak rusuk

mimpi-mimpi membusuk bersama angka yang
menggugurkan diri dari kalender tua
lalu terbakar matahari, sunyi

tak ada lagi tangan yang tergenggam
melainkan kesepian yang berdentam

di balik selimut, aku takut
aku tersesat, sepi menjerat

Surabaya, 16 April 2013

Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Pesan Teks Ajaib

Pagi tadi aku melahap ciumanmu yang menjelma sebagai sebuah pesan teks.
Rasanya macam-macam, ada pahit selada dan pedas saus cabai.
Tapi susu cokelat membuatnya spesial.
Dan aku ingin menambah ciuman lagi.

Lalu, apa yang kaurasakan ketika perhatianku dalam wujud yang sama sampai di sana?
"Jangan lupa mandi pagi", seperti yang biasanya.

"Aku sudah basah karena ciuman kita, sayang."
Kemudian bulan sabit enggan angkat kaki dari bibirku.

April, 2013

Puisi Karya @penakecil -  http://puisioner-amatir.blogspot.com

Waktu

Almanak itu sudah menua sendiri tergantung pada dinding luka lapuk

Dari waktu ke waktu
ada yang masih bermain hujan
menari membasuh cucuk stigmata penebusan
sebab reda hujan sore, tanah lapang berganti warna baru.

Dari waktu ke waktu
sisa hujan melepas serbuk debu menyembur di penghujung musimnya.
– melukai mata mengusap pedih keraguan.

Dari waktu ke waktu
Aku bertatap pandang pada almanak itu.
tak hendak berhitung; tak ingin menunjuk
Almanak itu menungguku;
Aku menantinya berganti baru.
tanpa lelah

Dari waktu ke waktu
hingga tiba almanak tua dan bisu pada dinding luka lapuk mengataiku: “kau lupa mandi pagi, kepala batu.”

Puisi Karya @_bianglala - http://pelangiaksara.wordpress.com

Kupikir Ini Rindu

Semalam aku memimpikan kamu. Lagi.
Dan pagi aku terbangun, cericit burung ramai sampai angin lembut-lembut menyapa kepalaku.
Ada yang diam mematung; cahaya matahari dan aku yang masih memangku bunga pejam semalaman, sampai lupa mandi pagi.

Satu deguban, menampar lamunku.
Terperanjat pada waktu yang menyadarkan, bahwa sudah lebih dari enam puluh delapan hari aku tak menemu tatap matamu.
Aku menghitung dengan benar sejak pergimu. Sejak harus kutata sendiri rindu-rindu yang terus merengek setiap hari.

Aku menatap tiap detik jarum jam yang terus berputar.
Membiarkan sel tubuhku menahan sesuatu untuk berseru.
Kamu hanya mengirim kata-kata dari kumpulan huruf rindu penenangmu--penghiburku.
Jawabanku; "pun juga aku kepadamu", begitu selalu.

Puisi Karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com

Harusnya Kau Ingat

harusnya kau ingat,

bahwa waktu bisa sangat kejam bagi rindu
harusnya kau juga ingat,

bahwa 10 jam perjalanan tak cukup buatmu sampai ke kotaku
harusnya kau juga ingat,

bahwa lupa mandi pagi bukanlah kebiasaanku, aku hanya ingin kau perhatikan lalu di ingatkan
semoga saja kau ingat,

bahwa aku hanyalah anak hujan yang butuh awan untuk jadi badai dan kaulah kabut asapku
dan ingatlah,

hatiku tak di buat dalam satu malam, jangan hancurkan hanya karna jauh langkahmu dariku
tak peduli seberapa jauh kau tinggal selama hatimu masih di dada kiriku…
….aku tenang…

14/4/13

Puisi Karya @HatiJingga -  http://hujanbulanmei.tumblr.com

Rindu yang Seperti Ini



Senja di depanmu, apakah berwarna jingga?
Bila iya, datang kemari segera
Aku sedang merana
Semua orang yang lewat menatapku tepat di mata

Sebagian dari mereka berpakaian terbuka
yang dengan mudah memperlihatkan kesepian yang mereka rasa
Sebagian dari mereka berpakaian tertutup
mungkin untuk menyembunyikan sesuatu yang pilu

Aku ingat, kamu gemar berpakaian tertutup
Tapi untuk apa?
Aku tak sempat bertanya
Sementara keretamu sudah melaju

*

Senja di depanmu, apakah berwarna jingga?
Bila iya, jangan merasa asing, Sayang.
Di sekitarmu, aku ada
Menjelma entah sebagai tubuh yang mana

Sebagian dari mereka berpakaian terbuka
yang dengan mudah memperlihatkan isi kepala mereka
Sementara aku
Gemar berpakaian tertutup
untuk menyembunyikan rindu yang tak kunjung pupus

Rindu yang seperti ini

Kamu ingat, pagi tadi kita bangun kesiangan
Matahari tertawa
Terdengar dari kisi-kisi jendela

Dan kita masih saja bercinta
Sementara keretaku sudah tersedia
Kamu bilang, “Segeralah!”
Aku bilang, “Baiklah.”
Lalu kita bergegas
Berangkat
Sampai lupa mandi
Tapi kita tetap wangi

Hingga senja ini berwarna jingga
aku masih bisa mencium wangi tubuhmu
Wangi ini bernama rindu
Rindu yang kerap aku sembunyikan di balik pakaian tertutup

Aku belum sempat bercerita
Tapi sekarang kamu sudah tahu

*

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Menatap Iri

Senja berdatangan
Kawat-kawat rindu membentang
Jalan persimpangan menuju kotamu jauh sayang
Ampuni diri tak bisa memandangi jingganya petang hari ini, lagi

Malam menghampiri
Para bintang menari-nari
Bulan sabit kotaku melambangkan senyuman itu
Lengkungan hangat dari bibir indahmu

Pagi menjemput
Matahari beringsut-ingsut mengecup teriknya
Lalu mereka saling merentang pelukan
Aku menatap iri sampai lupa mandi pagi

Puisi Karya @amaniaghina -  http://imaginationoflove.tumblr.com

Cinta Cuma Kita

Malam Minggu pertama di bulan kedua 
Tak mengerti aku harus apa 
Bayangan manis parasmu terlintas begitu saja 
Semakin sering kutepis, semakin nyata

*

Hmmm… Gadis, tahukah aku lelah begini 
Memikirkanmu dan tak mampu berhenti 
Mungkin salahmu sendiri 
Berwajah manis, berbudi pekerti

*

Itulah mengapa, aku jadi nekat 
Malam Minggu kedua semua niatku tlah bulat 
Jalanan tengah malam pun ku-embat 
Semua untukmu.. untuk engkau, Pencuri Hati terhebat

*

Kukejar waktu mengayun putaran roda 
Menujumu, meski aku tahu orang bakal berkata apa 
“Gila! Jakarta-Jogja dalam semalam saja?!” 
Ah, biarlah mereka menggonggong seenaknya 
Aku kini jauh lebih gila 
Itu karena aku tengah jatuh cinta 
Ya, kepadamu… kau, Gadis jelita

*

Kalau nanti kau bertanya dengan penasaran 
Seperti apa rasanya menempuh jauh perjalanan 
Aku kan ceritakan 
Dua belas jam beradu dengan debu jalanan 
Hingga lupa mandi pagi, benar itu kulewatkan 
Demi engkau, Gadis pujaan

*

Konyol, kau boleh bilang 
Tetapi bukankah seorang pria memang harus berjuang?

*

Gila, kau boleh katakan 
Tetapi bukankah cinta bukan masalah jauh atau berdekatan?

*

Aku tahu ini gila 
Tiada mengapa…, inilah cinta, inilah kita 
Kalau mereka bilang kita gila 
Sudah, biarkan saja 
Cinta ini cuma kita yang bisa rasa

**

-Karang, 14 April 2013, jelang subuh-
 
Puisi Karya @Phijatuasri -  http://lariksyair.blogdetik.com

LDR

Tertawa geli menatap muka di cermin
Mematut-matut bibir merah dengan gigi kuning
Hanya gara-gara dering telepon sepagi ini
Kakiku berjingkrak-jingkrak tak mau henti

Di ujung telepon kau berkata “Aku akan tiba satu jam lagi”

Kupilih gaun terbaik yang baru kubeli
Memoles bedak dan perona pipi
Lalu maskara tanpa bulu mata
Katamu aku lebih cantik bila sederhana

Bunyi ketukan pintu membuatku menghambur
Melayang anggun menuruni tangga
Kutarik napas sedalam-dalamnya
Membuka daun pintu lebar dan berlembar-lembar

Tuntas juga rinduku yang menggebu
Engkau sudah berdiri di hadapanku
Kutunggu ciuman yang memburu
Entah mengapa kau malah ambil langkah seribu

Tertawa geli menatap muka kusut di cermin
Mematut-matut bibir merah dengan gigi kuning
Hanya gara-gara dering telepon sepagi ini
Kakiku berjingkrak-jingkrak tak mau henti

Di ujung telepon kau berkata “Jangan lupa mandi pagi”

Puisi Karya @ara_damiril -  http://apura.wordpress.com

Lupa Diri

Lupa mandi pagi
Lupa gosok gigi
Lupa makan nasi
Mengingatmu, aku lupa diri sendiri
Sebab engkau di seberang sana
Kita terbang ke arah beda
Dan aku tak mampu berbuat apa-apa
Selain setia

Puisi Karya @MeyDM - http://meydianmey.wordpress.com

Pesan dari seberang Sana

Kau menyentuhku dengan lembut
Menyiramiku dengan kehangatan
Merayuku ikut menari bersamamu
Menari mengikuti nada-nada indahmu
Yang membuat burung menirukan suaramu,
Dan daun-daun mengikuti lambaian hembusanmu
Kau datang dengan secarik pesan
Kau bisikkan titipan dari separuh jiwaku di seberang sana
"Jangan lupa mandi pagi, aku akan datang sesaat lagi, aku ingin mencium wangi sabunmu tadi pagi"
benar !

Sesaat setelah itu ia datang
Bukan ! bukan dia !
Hanya jelmaannya,
Bukan ! bukan jelmaannya !
Hanya pengantar pesannya
Ia datang dengan segala keindahannya
Terasa hangat aliran darahmu
Aku merasakan namun tak melihat
Yang ku lihat hanya bulu kudukku berdiri
Terusik rinai deras
Berharap ada yang menyelimuti

Rinai itu membisikiku dengan lembut
Bisikan dari penitip pesannya
Pesan dari pemilik separuh hatiku
"Bayangkan kau tatap mataku
Ada yang tersirat disana
Hadirnya berawal saat pertemuan pertama mata kita
Pertemuan di bawah rinai ini
Yang telah di atur Tuhan
Hingga kini
Saat pertemuan kita tak di rencanakan lagi
Pertemuan sebatas dari hati ke hati
Dan sebatas dari fikiran ke fikiran
Ada huruf R-I-N-D dan U disana"

Hangat..
Lembut..
Hanya itu yang ku rasa
Dengan mata berkaca-kaca
Dan bibir tersungging
Ku bisikkan pesan untukmu yang ada di seberang sana
Dengan lembut
"Jangan lupa mandi pagi, aku datang nanti malam di dunia kedua kita, dunia yang hanya kita dan Tuhan yang miliki, aku ingin mencium wangi sabunmu pagi ini"
Kemudian rinai ini berhenti
Mungkin pindah entah kemana
Harapku sampaikan bisikku ke seberang sana


Puisi Karya @PutriiPii - http://dibalikkepala.wordpress.com

Long Distance Relationshit

Selamat, Selingkuhan.
kerna engkau, aku sengaja melupa mandi pagi
saking lelahku membacamu dari semalaman, yang lantas
engkau lanjur memilih diam di sunyi seperti batu,
hanya untuk meniadakanku.

Menyebab suara derak di sini,
di dada sebelah kiri, dari rasarasa
yang sudah mangkrak, patah hingga
: kraaak!

Selamat, Selingkuhan.
kerna cinta tak lagi jadi obsesi. Aku dan engkau
-seperti yang engkau mau-,
syahdan di sebuah kata Kita,
tak ada aku atau engkau.

Pun kerna udara yang
engkau dan aku hiruphembuskan
telah sama sekali tak pernah akan sama.
 
 Dan sekali lagi, Selingkuhan.
dengan sekecup pesan,
sekaligus ribuan alasan untuk selamatmu
… kuucap selamat.
 
 
Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Pagi dan Rindu

Pagi ini aku terbangun dengan sisa rindu untukmu
Entah kapan sisa rindu di setiap pagiku akan habis
Jika setiap malam saja tak pernah terlewat untuk merindumu

Pagiku selalu kusempatkan menatap langit
Sambil mengingat senyummu sebelum pergi
Hal konyol seperti itu bisa menyita waktuku
Bahkan membuatku lupa mandi pagi

Semenjak bentang waktu memisahkan raga kita
Ucapan selamat pagi selalu datang dari rindu
Seolah-olah kamulah yang berkata
Padahal itu hanyalah rindu yang begitu candu

Entah sampai kapan cinta kita diuji dalam bentangan waktu
Dan entah sampai kapan kita bisa saling memendam ragu
Yang aku inginkan hanyalah sebuah pertemuan denganmu
Agar setiap pagiku tak lagi dipenuhi rindu

Puisi Karya @aliflifa - http://ceritalif.blogspot.com

Sekotak Candu Rayu

Di seberang sini,
rinduku mencuat sekian kali, entah gerangan apa yang terbesit di hati, masih menyisakan tanda tanya pada pagi, apa itu kisah tentang jalinan ini, yang hampir telah berhenti...

Di persimpangan rindu,
yang terus melabuh pilu, bahkan canda tawa tangisku, juga rangkaian cerita tentangmu, tentang kita dan mata yang tak pernah tahu, ada berjuta makna bertaut kelu...

Di seberang sana,
rindumu tak cukup tereja, entah gerangan apa yang membuatmu lupa, atau kau hanya berpura-pura, membuatku resah akan sebuah asa, akan mimpi untuk selalu bersama...

Di persimpangan pulau,
yang terus membentang rindu, bahkan membuatku lupa mandi pagi di hari Sabtu, demi menanti perjumpaan Malam Minggu, dalam sekotak candu rayu, tulisanmu...


Puisi Karya @Susi_SmileKitty - http://luphly-shie.blogspot.com

Sang Pengeja Rindu

Aku telah mengingatmu sepagi ini,
Sebagai matahari membangunku untuk bergegas pergi,
Bukan sebagai embun yang diam-diam lenyap tak tahu diri,
Bukan pula sebagai air yang meluap di bak mandi.

Sebab mengingatmu, ruah sudah segala tumpah,
Bahkan sampai tak kubiarkan sekujur tubuhku basah,
Aku hanya tak ingin mimpi dalam pelukanmu hilang dalam resah,
Hanya dengan begitu hatiku dan hatimu bisa menyamakan langkah.

Ada debar yang datang samar-samar saat mengingatmu,
Adalah sengaja lupa mandi pagi saat kau datang membawa rindu,
Tak rela bayanganmu berlalu saat tubuhku bukan wangi alamiku,
Dengan begitu, kau mengingatku dalam pelukan terakhirmu — dulu.

Di sini, rinduku kembali menantimu dari jauh,
Di sana, kau masih ragu melempar sauh,
Lalu, akankah rinduku kembali tersungkur dan jatuh?
Entahlah! Hanya waktu dan pelukanmu yang tak kenal rapuh.

Di pulauku, rindu menjejak di pasir putih,
Di seberang, rindumu menjejak jalanan riuh dalam serpih,
Bukan jejak yang sama dalam ombak berbuih,
Tapi hati berbeda dalam luka yang beranjak pulih.

Kupasrahkan pada waktu agar rindu tak menjelma ragu,
Pun kau yang sama-sama merindu,
Menjaga asa dalam rasa percaya yang mengharu biru,
Berharap menuntaskan rindu dalam satu titik temu,
Di suatu waktu.

Mataram, 13 April 2013 (09:09 Wita)

Puisi Karya @momo_DM - http://bianglalakata.wordpress.com