Jumat, 10 Mei 2013

Menunggu Pagi

punggung takdir seorang pandir
tergores tajamnya ujung bibir.
menganak kepedihan meneteskan syair
pada detak malam gigil anyir.

sia-sia. kaki menjalar akar
jerat akal, menekuri mimpi hingar.
hampa. kosong berdenyar
sia-sia, nyata slalu buyar.

menunggu pagi,
dan mimpi-mimpi berlesatan mengeksekusi diri.

Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Kota Mati

Mereka datang dari kota mati
Mereka yang berjubah kelam
Memanggul sabit gerhana.
Dengar!
Langkahnya berbeban — menyeret pengikat berbandul berat
Suara-suara rincing rantai diseret — menelusup pada mimpi-mimpimu
: gelisah nyali mencari-cari masa lalu.

Mencari-cari hitam dari cinta pernah putih

Aku tiba di kota mati
Mengangkang di antara rangkaian kembang hitam — puisi-puisi berbela sungkawa
Terbahak serak kemenangan pilu berkerak — berserakan keping hati.
Tak ada lagi nyali
Sebab langit tertutup raung gagak

Dan diterakan rindu menjadi cinta mati.

Puisi Karya @_bianglala - http://pelangiaksara.wordpress.com

Menunggumu

Masih ada kisah yang kutuntun, perlahan demi perlahan
Lekuk berliku-liku menanti rindu
Terkadang mendaki, undak berundak tunggu

Aku berpikir telah siap menetapkan kamu
Bahwa medan perang yang kuhadapi adalah desingan kangen, untukmu
Dan ini kesiapan untuk setia

Adakah kau punya waktu?
Adakah kau tahu seseorang menunggu?
Adakah harus kuberitahu?


Puisi Karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com

Ini Cinta, Bukan Lainnya

Kau adalah titik
Aku tinta yang mencari jalan menujumu
Tersesat
Berputar-putar
Antara satu plot dan plot lainnya
Sibuk dengan koma, imbuhan, akhiran dan tanda baca lainnya.
Aku tanpamu, adalah kisah yang tak bisa usai.

Setelah Kau ada
Jarak antara rentang dua tanganmu
Kerap kusebut rumah
Segala tentangmu candu
Namamu, rumah kaca tempat menyemai bibit rindu
Aku menyambangimu,
namun ruang yang kau diami terlalu penuh
Aku masih menunggu
Meski terlunta di ruang tunggu.

Puisi Karya @lia3x - http://sepatahrahasia.wordpress.com

Yang Terdalam

Sudahlah Toyib, percuma kau kembali
Aku sudah begitu terluka
Dulu mungkin cinta itu buta, masih bersabar menunggu
Tapi kini membatu.

Aku sudah lupakan, sudah maafkan
Maka pergilah

Kau tak akan mampu menyelam ke palung terdalam
Riak ombak sudah terlalu menggembirakanmu

Toyib, saat ini kau hanya cerita fiksi
Fiksimini mungkin
Sejak kau kembali dan biarkan jendela itu memerah lagi

Dari aku yang menunggumu
Hanya untuk kehilangan nyawaku.

Puisi Karya @ara_damiril -  http://apura.wordpress.com

Jauh Mimpiku

Yang terbanyak kita miliki adalah ingatan.
Sebuah kenang pada jalanjalan, ruang, petang.
– selebihnya adalah katakata

Dan di sinilah aku, mereka dan menerka mana yang bisa kubawa ke masa depan sebelum akhirnya kau hilang di persimpangan.

Sementara rumah dan jendela ‘kita’ tak bisa tertutup selamanya, bukan?

Mimpimimpi yang kaumantrai,
Menjelma gelembung, jatuh pecah sebelum membumbung — oleh renik air mata yang kutabung.

15:42

Puisi Karya @empatsayap - http://4sayap.wordpress.com

Di Atas Normal

Saat kujenguk senyummu
Pada sebuah malam
Rimbun daun serupa melankolis memandangku
Lalu pucuk purnama berubah biru kelam
Aku berlari memendarkan gelak rindu begitu gempita
Sedang engkau disana
Duduk manis berselimutkan ego kekal
Meski rindu telah luber dari dadamu

Siapa yang tolol?

Kau tahu benar rindu itu menepiskan nafas
Seperti puntung rokok yang enggan mati namun tak lagi ingin menyala sempurna
Aku candu
Pada lekung sabit di pipimu
Kau candu pada remah-remah tawaku

Kita berada diatas normal
Memandang tembok serupa lekuk wajah
Lalu apa gunanya membiarkan waktu semakin tua dengan rangkaian huruf dan menepikan pertemuan?

Hujan telah gagal menebus rindu
Aku tetap berdiri di ujung senja
Dan kau tetap memeluk bulan
Berharap langit akan terbelah hingga tak ada lagi siang atau malam
Rindu telah meracau kepeningan melanggar batas normal
Kita tetap berkhayal
Dalam logika yang meradang

Siapa yang tolol?

Puisi Karya @didochacha -  http://mruhulessin.wordpress.com

Sendiri Lagi

Di depan pintu, langkah kakimu terdengar menjauh,
Seketika ada debar yang mendadak luruh,
Langit dadaku perlahan runtuh,
Seketika kilat menyambar dalam gemuruh.

Gemuruh memekakkan pendengaran menjadi tangis,
Pilu menyeruak perlahan membuat rindu terkikis,
Sendiri, aku meratapi rindu yang enggan habis,
Lalu, satu tanya keluar dari bibir tipis.

Tipis hanya segaris mengeja aksara,
Tentang tanya, “Oh mengapa?”
Tak ada jawaban kunjung kuterima,
Sebab bayangmu tak lagi nyata di pelupuk mata.

Mata tak lagi kuasa menatap lekat,
Pada senyummu yang telah menjelma pekat,
Kini kau dan aku terpisah oleh sekat,
Rindu dengan temu yang tak lagi rekat.

Rekat awalnya berakhir kehilangan arti hidup,
Sebab tanpamu akulah nyala lentera yang mulai redup,
Tertiup angin malam memantik luka paling dalam,
Sebab perpisahan adalah pilu paling kelam.

Kelam membuatku meraba-raba tentang salah,
Rasa yang sebenarnya tak kumiliki meski akhirnya aku kalah,
Aku adalah bisu dalam teriakan paling pilu,
Karenanya, aku tak inginkan pengganti dirimu sebab hati memilih kelu.

Kelu menunggu kau kembali hingga ajal,
Meski memujamu adalah jalan terjal,
Sementara aku, pengelana sunyi tak lagi mendengar suara hati,
Hanya dengan bayangmu, aku tak lagi sendiri, menunggu mati.

Puisi Karya @momo_DM - http://bianglalakata.wordpress.com

Hari yang Cerah untuk Jiwa yang Sepi

puisiku adalah kenangan-kenangan
yang biasa dirayakan dengan mabuk dan canda
di kamarmu yang porak-poranda

menyambut pagi adalah menyambut puisi
sekali lagi
di kelabu lanskap wajahmu

aku benci pagi
karena matahari, kerap membuat lelucon tentang kita

di bawah sinarnya
siluet kita akan terlihat begitu mesra

siluetku
dan siluetmu
berdansa

sampai gelap membuyarkan lamunan-lamunan fana itu
sembari berbisik
"sesungguhnya, tadi pagi kau berdansa dengan sepi"

Puisi Karya @aditya_hs - http://kanvas-hitam.blogspot.com

Menghapus Jejakmu

bebaskan aku
karna denganmu
mati rasaku

menunggu hujan

menghapus kenangan
hujan datang
bawa pengharapan

lepaskan segalanya

ciptakan dunia baru
tanpa bayanganmu
bebaskan mimpi
yang dulu terbelenggu

Puisi Karya @hatijingga - http://hujanbulanmei.tumblr.com

Terbangun Sendiri

Malam-malam gulita
tak buta dusta
tak seperti kita, buta segala

Gaun-gaun klasik pisik
tak tahan gelitik
tak seperti bilik, diam berbisik

Cumbu-cumbu merayu
tak layu-layu
tak seperti milikmu, milikku

*

“Sudah pagi, Sayang
Kita harus bersiap, berpisah.”

Tak sempat kudengar bunyi sepatumu tadi
Tak sempat kuharap terbangun begini, sendiri
Aku tak sempat berharap
Tak pernah berharap

*

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Tak Bisakah

Aku di sini mencoba bertahan
Di atas cinta yang masih kurasakan

Semudah itukah kamu melepaskan
Segala cinta yang pernah kita pertahankan

Tak bisakah kamu memberi alasan
Agar aku tak terus merasa kesakitan

Saat aku bukanlah yang kamu inginkan
Tak bisakah kamu mengatakan

Saat aku terbalut kesedihan
Tak bisakah kamu coba hapuskan

Saat aku ingin melepaskan
Tak bisakah kamu menahan

Aku ingin menyerah pada perasaan
Karna bagiku sia-sia memperjuangkan

Pertanyaan 'tak bisakah' yang aku ucapkan
Nyatanya tak akan kamu hiraukan

Puisi Karya @aliflifa -  http://ceritalif.blogspot.com




Bintang di Surga

ada
bintang kesiangan
di antara larik gemawan
acap kali mengerjab ketika kutatap
serupa kerling mata milikmu yang
penyap tertutup pejam
dulu

atau
itu engkau yang mengirim pesan untukku
dengan diamdiam

engkau di aku
ada senantiasa

sebagai napas
menjadi denyut
menjelma ingatan sampai
hampaku laun ke kian
: meniada
 
Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Sendiri (Lagi)

aku benci merasa sendiri
meski aku kerap kali sendiri

tapi sekarang kau juga pergi
meninggalkan aku dalam sepi

lagi lagi harus merasa sendiri
dan juga harus menata hati

bukannya tak mau, tapi benci
jika harus menyemangati diri

aku ingin kamu ada disini
hari ini, bukan hari lain yang nanti

aku ingin kamu tetap disini
tolong, jangan pergi pergi lagi

tidakkah kau rasa kasih ini
aku sepi jika harus menyendiri

aku butuh kamu di sisi hati
bukan kamu yang lain yang aku tak mengerti

cukup sudah, jangan tanyai
aku tahu aku mungkin patut untuk sendiri

bila memang tak berniat kembali
akhiri saja semuanya sampai disini

kau mungkin takkan temukanku lagi
dalam dingin pagi yang mungkin mati

Puisi Karya @Susi_SmileKitty - http://luphly-shie.blogspot.com

Kita (dulu kala) - Semua Tentang Kita

Kita, dulu kala
Berbagi cerita, tawa dan canda
Akankah kenangan itu kau lupa?
Akankah itu menjadi segelintir kiasan semata?

Kita, dulu kala
Berbagi duka atas tangis bersama
Dulu kau bisa menghapusnya
Kini kau hanya bisa mengingatnya

Masa-masa yang indah
Dimana kita saling melangkah
Menuju satu tujuan
Tak berfikir bila ada akhir

Jangan bertanya aku masih mencintaimu atau tidak
Karena hati selalu berkata selamanya.

Puisi Karya @amaniaghina -  imaginationoflove.tumblr.com

Pesan untuk Penguntit (Menghapus Jejakmu)

Dear, Penguntitku
Mengenalmu kala itu
Sebelum kau menguntitku
Adalah sebuah pintu kegembiraan untukku
Berbagi kisah konyol juga lucu
Selama kita sama bertualang, menaklukkan waktu
*
Selalu ada kagum untukmu
Mendengar segala cerita indahnya Indonesiaku
Lewat bingkai-bingkai indah foto perjalananmu
*
Tlah banyak kaucapai puncak gunung
Tlah ribuan kilometer jalan kauarung
Aku? Satu di antara sekian banyak pendukung
*
Tak ada hak menjadi penghalang
Kar’na aku pun suka bertualang
Jadilah kita sama merdeka
Bebas berkisah, semua apa adanya
*
Berlalunya waktu
Sudah cukup membuatku mencintaimu
Tapi, aku tak ingin lebih dulu
Ingin kau saja yang mengatakan itu
*
Berhasil, kau datang padaku
Dengan sebuah impian, menggebu
Menikah, kata itu terngiang jelas di rongga telingaku
Terkesiap mendengarmu berkata begitu
Baiklah, kalau jodoh pasti bertemu
*
Sejak itu kita sama berusaha
Memulai sebuah cinta
Bertahan meski apapun mendera
Hampir dua warsa lamanya
*
Hingga sesuatu terjadi….
*
Kaubilang tak mungkin lagi
Memperturutkan kata hati
Katamu, “Sudah waktunya aku pergi”
Tercenung aku; berat, tetapi mengamini
Meluluskan permohonanmu, Kekasih hati
*
Maka tak ada lagi yang harus kusalahkan atau kusesali
Kecuali…,
Saat mengetahuimu menjadi penguntit sejati
*
Sudahlah, buat apa?
Membuntutiku tak ada guna
Hanya menyisipkan sedih di hati
Hanya menyusupkan nelangsa sendiri
*
Jangan pula katakan menyesali
Keputusan bulat yang menjadi janji
*
Apa guna?
Sudah, lupakan saja
Pergi, hapus jejak segala kenangan
Biar berlalu bersama butir-butir hujan
*
Karang, 4 Mei 2013, bakdal Magrib


Puisi Karya @phijatuasri - http://lariksyair.blogdetik.com

Sabtu, 04 Mei 2013

Belum Lagi Cukup

Ini tentang waktu yang tak mungkin kembali, seperti inginmu yang nyalang memekik.

Maka aku tuliskan salam padamu.
Pada selembar kertas surat – rapi kulipatkan layu.
— sebab suara-suara yang ragu mulai menulikanmu.

Aku belum usai bercerita kisah kita yang enggan dihabisi.
Lalu kubuka lagi untuk kutuliskan — yang mau kutuliskan.

Tetapi penaku membatu.

Haruskah berakhir, bila nyaliku tak ragu menuliskan semauku
: aku menyayangimu.

jadi, suara-suara itu saling berpandangan tetapi tak pernah saling mendengarkan *)

Puisi Karya @_bianglala -  http://pelangiaksara.wordpress.com

Cara Lain

andaikan
angin mampu menyamarkan parau suaraku
yang menyibak kangen
ke muara-muara
ditangkap jala telingamu

atau
hanya diam saja
dan kaupunguti senyap

akhirnya
tubuhmu bersuara
di tengah sibuk bingung berkecamuk

peluk
satu-satunya cara
kita menelaah rasa

Puisi Karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com

Si Buta dan Si Bisu

Si buta dan si bisu
Duduk berdekatan
Saling menunggu

Ah, indahnya rindu
Tanpa perlu dilihat
Ataupun diucap

Indahnya cinta
Tanpa bertatap
Dan mengungkap

Penuh hati oleh rasa
Cinta sungguh maha dahsyatnya
Ruang rindu tempat bertemu
Antara si buta dan si bisu

Puisi Karya @ara_damiril -  http://apura.wordpress.com

Tak Seperti Biasanya

1/

tak seperti Biasanya
pesanmu datang di tengah malam “aku rindu, hubungi aku jika kau lihat pesan ini”

tak seperti biasanya
rindumu begitu pilu
hingga tak bisa kau tunda sampai subuh untuk menghubungiku

2/

tak seperti biasanya
malam sangat panas
dan aku tak bisa terlelap
melawan udara yang tak bersahabat

tak seperti biasanya
mataku tak mau terpejam
sesuatu mendesakku keluar

tak seperti biasanya
walau setiap malam kita saling mengucapkan selamat malam
tapi di 2:30 ini aku ingin mendengar suaramu
suaramu mengatakan
“akupun rindu kamu”

Puisi Karya @hatijingga - http://hujanbulanmei.tumblr.com

Lupa


Pandanglah senja sejenak
Dengarkan suara jantung berdetak
Nikmati tiap hembusan nafas
Sebelum oksigen terampas

Tersingkap pada fatamorgana
Terbuai kenikmatan dunia
Kejar fana tiada tara
Hingga lupa surga neraka

Maafkan kami pencipta alam
Komunikasi padaMu kian tenggelam
Tak ada lagi bait-bait ku panjatkan
Tuk berharap segera dikabulkan

Puisi Karya @amaniaghina -  http://imaginationoflove.tumblr.com

Secarik Kertas Merah Muda

Pada secarik kertas merah muda

Kutuliskan kabar berita

Tentang kisah kita

Yang entah…, belum kutahu ujungnya

*

Yang pasti, aku merindumu

Maka pada secarik kertas, kutuangkan itu

Rasa yang menyesaki kalbu

Biar luruh jadi satu

*

Di sana kutautkan juga

Sebuah kisah jenaka

Tentang bingkisan darimu yang nyasar ke tetangga

Tak lain karena nomor rumah kami sama

Hanya beda A dan B saja

*

Sejak itu mereka pun mengerti

Bahwa aku si gadis penyendiri

Tengah menanti pinangan kekasih tambatan hati

*

Dari secarik kertas merah muda

Aku bicara

Membiarkan rasa di hati mengelana

Menemuimu yang jauh di mata

Tuk sekadar mengatakan, “Aku baik-baik saja…”

*

Karang, 3 Mei 2013

**

Puisi Karya @phijatuasri -  http://lariksyair.blogdetik.com

Setahun sekali

Apakah harus berjarak selama itu untuk saling sapa denganmu ?
Diawali dengan ucapan selamat ulang tahun, menanyakan kabar dan menyemangati.
Tak ada inisiatif dari masing-masing kita untuk mulai menyapa di tiap harinya.
Rindu ? Ucapan itu terakhir kita lontarkan di beberapa tahun lalu.
Sebelum pada akhirnya kita memutuskan untuk menjalani sendiri-sendiri.
Mencari informasi tanpa harus menanyakannya sendiri.
Aku , kamu selalu menahan diri untuk memulai.
Walaupun pada akhirnya setahun sekali dari kita memulainya.
Setahun sekali satu dari kita selalu memulai komunikasi.
Setahun sekali dengan pesan tanpa basa-basi.

Puisi Karya @aliflifa -  http://ceritalif.blogspot.com

Dengarkan Baik-baik

Dengarkan baik-baik
karena takkan aku ulangi biar cuma sekali

Lihat aku
Cangkir di genggamanmu tak mungkin lebih tampan dari aku
Atau
Ada bayangan siapa pada genangan kopi yang kamu tatap, di antara desau?

Aku tak pandai berpuisi untuk merayu
Puisi itu kemayu
Haruskah aku berguru untuk itu?
Aku bahkan tak pandai untuk sekadar bicara
Meski katamu, jangan jera
Ya, aku berusaha
Kadang tanpa kamu sadar
Mawar-mawar yang kerap aku kirim
Kamu dengar mereka berkata apa?

Ya, ya

Aku tahu aku gagal lagi

Jadi, dengarkan aku baik-baik
Karena takkan aku ulangi biar cuma sekali

Lihat aku
Setelah itu takkan aku larang kamu untuk menemui laki-laki yang bayangannya muncul pada genangan kopi, di antara desau

Dengarkan,
bukannya aku tidak mau bilang bahwa aku cinta
Tapi aku ingin mengatakannya dengan suara
Bukan hanya tatapan mata

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Saksi Bisu

Aku adalah tali, yang menyambungkan jarak kalian berdua.

Aku melihat sendiri, benih kasih yang tersemai di antaranya.

Aku yang menghubungkan tawa kalian dan membaginya.

Aku yang menyampaikan di saat rindu kalian tak mampu tertahan.

Aku yang terlebih dulu dibasahi, saat kalian saling beradu tangisan dalam diam, atau dalam tangisan yang terang-terangan.

Terkadang, aku menjadi saksi saat kalian saling memaki.

Tak jarang, aku yang menjadi korban dan sasaran kemarahan.

Saat tangan kalian membumbungkan tubuhku tinggi ke udara.

Dan aku pecah berkeping-keping,

saat badanku menghantam dinding.

Puisi Karya @juzzyoke -  http://juzzythinks.wordpress.com

PING

Ping!

Jarak! Bukan pohon. Bukan!

Ia penyakit mematikan
Saat
Aksara yang kubahasakan tak bisa lagi kau pahami
Aksara yang kau tutur tak bisa tertangkap maknanya olehku
Saat
Dadamu tak bisa merengkuh mataku secepat kilat
Mata kita tak bisa lagi saling merasuk

Lalu apa?

Ping! Ping!
Tanda tanya seperti seru
Kecam rindu-rindu yang menebal
Kecam segala prasangka
Karena metaformosa jadi benci adalah proses sederhana

Ping! Ping!
Mata semakin buram ditutupi mendung
Rindu semakin renta
Jarak menyuburkan dengki tak terduga

Lalu apa?

Tanda tanya telah seru menghujat rasa
Melupakan janji
Kita putus saja
Sesederhana setiap Ping yang berdentang

Ping! Ping!
P.U.T.U.S.

Puisi Karya @didochacha -  http://mruhulessin.wordpress.com

Percakapanku Tentang Rindu

Angin sedang berwajah api
Di tangannya menggenggam belati
Dari tadi dia tak hentinya berteriak,
“Aku rindu! Aku rindu! Akan kutebas awan yang berarak”
Kutanya, “kenapa harus menebas awan?”
Katanya, “awan ini menghalangi pandangan”
Kataku, “pandangan akan siapa?”
Katanya lirih, “akan kekasihku, di jauh sana, di dalam Damba”

Lalu malam pun seketika sunyi
Wajah angin pun mendadak sepi

Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Disconnect

Calling….
Tuhan
tut… tut… tut…

Compose new tweet
@Tuhan kamu lagi di mana?
——————-

Write on Tuhan’s Wall
Tuhan, kamu lagi di mana, sih? Kamu marah sama aku, ya? :’(
——————–

Nomor telepon Tuhan sibuk terus.
Mention Tuhan di Twitter, nggak pernah dibales.
Nulis di dinding Facebooknya, juga nggak pernah sekadar di-like, apalagi dikomentari.
Tuhan, kamu di mana sih? Sibuk banget, ya? BUZZ!!!!
Tuhan?
Disconnecting…
Gelap.
Disconnected.

Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Menjelang Subuh di Kota

Menjelang subuh di kota. Jalanan lengang. Hanya lampu-lampu tegak di pinggir jalan menunggu dipadamkan matahari jalang.

Menjelang subuh di kota. Aroma nikotin masih menyengat. Botol-botol bir tergeletak belum mengering. Api asmara masih membara. Menyisakan bekas lipstik di sekujur tubuh, bercampur keringat, sperma, dan pikiran yang riuh.

Menjelang subuh di kota. Jalanan sepi. Bar-bar kembali terkunci. Mobil-mobil sudah kembali ke garasi. Tubuh-tubuh terkapar berantakan belum mandi.

Menjelang subuh di kota. Speaker masjid bernyanyi, meninabobokan lelap yang berjam-jam bersembunyi. Selamat malam. Selamat bermimpi.
 
Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Panggung Mula Rindu

Dua punggung menata panggung
kesedihan di sebuah kota
Larik-larik hujan datang berkunjung
Entah merayakan apa
Wajah temaram lampu jalan
menyala setengah padam
Sedang waktu merekam isyarat
kepergian
dari pelukan dan kecupan
"Aku akan menunggumu, bahkan ketika
kau tak lagi memikirkanku"
Lalu hujan semakin deras berjatuhan
menemui kesedihan
di tiap lekukan jalan
Langkah langkah tungkai indah itu
menyusuri harapan
yang entah hendak kemana
Sebab hanya memulakan rindu yang ia mengerti
 
Puisi Karya @sayap___langit -  http://atapbintang0812.blogspot.com

Akulah Kota

Kini rentang adalah jeda antara kedua pelipismu
Tak pernah terlalu jauh
Dan juga terlalu dekat

Kaki-kaki kita menjadi begitu kuat
Berlari mengejar kunang-kunang dan lebah madu
Lalu harap pun begitu kuat
Membawa kita kembali pada remah kenangan
Kembali menuju tempat dimana cerita kita puisikan
Lewat selarik hujan di januari yang sembab
Lewat kebun-kebun bunga candu rasa
Di jalan-jalan kota itu

Tak perlu kau risau kehilangan arah ke sana
Karena sesungguhnya
Akulah kota
Yang selalu menantimu pulang
Seperti malam setia menanti senja rebah dalam pelukan
Akulah kota
Terselip di bawah kelopak matamu
Yang bisa kau kecup
Walau kita terpisah beribu tahun cahaya

Puisi Karya @didochacha -  http://mruhulessin.wordpress.com

Ujung Jakarta

di ujung jakarta
sebuah janji pernah diucapkan

di ujung jakarta
sebuah tali pernah dikaitkan

lewat puisi
juga lagu
nama yang indah itu di nyanyikan

masih di ujung jakarta
janji itu di larungkan sebagai kenangan

biar ujung kota ini tahu
bahwa janji itu telah kembali pada pembuatnya

Puisi Karya @hatijingga - http://hujanbulanmei.tumblr.com

Perempuan di Sudut Kota

Sejumput rindu hadir

Melihat sungging senyumnya tergulir

Ia, seorang perempuan sahaja

Merdeka bersama peluh dan cita-cita

*

Tak mudah menjalani hidup

Semenjak pergi lenteranya, meredup

Separuh cinta yang dulu tertahan

Terpaksa pergi dibawa masa depan

*

Suram….

Kusam….

Pada awalnya begitulah hidup di bawah temaram

Berkalang jelaga menghitam

Namun, tak lalu ia berhenti bertahan

Tak hendak jua berkoar menyalahkan Tuhan

Meski hidup di antara hiruk pikuk kendaraan

Meski sesekali sepi hinggap di haribaan

*

Ia, seorang perempuan setengah tua

Setitik bukti bahwa kadang hidup begitu kerasnya

Tetapi bukan untuk dicari di mana salahnya

*

Segurat senyumnya seolah berkata

“Inilah aku dengan segala upaya…”

Ia, seorang perempuan setengah tua

Menjalani lakon hidup di sudut keramaian kota

*

kaki Merapi, 30 April 2013, di pagi yang dingin

**

Puisi Karya @phijatuasri -  http://lariksyair.blogdetik.com

Lain Rindu - Staccato

Sudah tiba di kotaku?

katamu..

bermotor merah — menujuku.

bila tiba di kotaku,

Stop!

di temaram lampu kuning kota

menjadilah siluet

– kehingaran.

Sudah tiba di kotaku?

Jangan pulang terburu.

Sebab belum kutanya namamu.

***

Aku masih di kotamu.

Tunggu aku.

kusedang menemui lain rindu

– menunggangi sendiri pelangiku
 
Puisi Karya @_bianglala -  http://pelangiaksara.wordpress.com

Sekelumit Cerita Tentang Kamu

Sembilan tahun yang lalu aku memasuki sebuah kota. Suasananya serupa pikiranmu. Riuh oleh bunyi kendaraan bermotor. Bangunan tingginya seolah hendak mencakar langit-langit kepalamu. Liuk sungai lebih rumit daripada labirin. Pohon rindang yang sering gagal meredam panas, tak bisa buat berteduh. Aku memasuki pikiranmu yang kusut lagi kacau.

Sembilan tahun yang lalu aku memasuki sebuah kota. Suasananya serupa ronamu. Penuh polusi masa lalu. Banyak sudut yang menyimpan kenangan demi kenangan, matamu kerap menatap kosong ke arahnya. Musim hujan datang lebih cepat dan lebih sering, berhulu di matamu, aku tahu. Isakan-isakan pelan yang coba kausembunyikan tapi gagal. Telingaku rangkap. Aku memasuki ronamu yang kacau lagi pilu.

Sembilan tahun yang lalu aku memasuki sebuah kota. Suasananya serupa perasaanmu. Suram seperti langit yang digantungi awan mendung. Dingin seperti hawa yang menusuk-nusuk tulang, tubuhmu beku. Marah seperti beliung yang menerbangkan mimpi-mimpi tak berujung. Aku memasuki perasaanmu yang pilu lagi sendu.

Sembilan tahun lalu aku memasuki sebuah kota. Dari salah satu sudutnya aku mendekati bayanganmu. Naik melalui kakimu. Berdiam sebentar di bawah perutmu. Naik lagi ke hatimu. Betah. Sesekali naik dan berdiam di kepalamu.

Sembilan tahun yang lalu aku mulai mengenal kotamu dan sekelumit kamu.

*

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Kota Masa Lalu

Kita dulu tinggal di sini dan saling mencintai. Membiarkan debar riuh tumbuh disemai temu tanpa pernah jauh.
Kita dilahirkan di atas tanah gembur milik ibu, kepunyaan petani-petani rindu.

Suatu kali kau kembali, dan mengulang kisah sore tentang hujan di penuh kepalaku.
Aku tertunduk di ramai jalan dan sinar lampu kota, juga gerimis yang mengetuk-ngetuk.
Ada tawa kukorek dari tatapanmu. Sesenang itu, hening danau tengah kota kepalaku kau sibak dengan dingin keberadaanmu yang lagi.

Aku berlutut. Menatap jalan pulang yang bukan lagi kita, melainkan cahaya. Saja.
Kesedihan jadi benih, penerus baru di hunian kota paling masa lalu.

Semalam, kucatat di gapura kota ini. Bahwa aku terbangun dan menemukan hatimu tercabik senyumku dulu, dan aku dikunjungi lagi musim teratai layu.

Puisi Karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com

Senja Dua Kota

Puing-puing jingga bergerak
Mengikuti bianglala kata dalam sajak
Satu, dua, tiga, empat
Ah… Entah sudah berapa abad senja kita berjarak

Rindu membeku membentuk radar
Hanya kepadaNya aku bersandar
Mengucap doa kepada Tuhan agar kau mendengar
Bait-baitnya berharap engkau beri kabar

Katamu, senja tak pernah hilang?
Ia hanya tertutup gelap bukan?
Dan akhirnya kita pun akan dipersatukan
Di dalam detik yang bersamaan

Puisi Karya @amaniaghina - http://imaginationoflove.tumblr.com

Kota Kelahiran

Kota tempat kelahiranku
Terletak di dataran tinggi
Dengan pemandangan dan nuansa yang begitu asri
Udara sejuk dan suasana teduh pun sering menghampiri
Memiliki taman nan megah di tengah kota
Semua orang bisa mengunjunginya
Bahkan tak sedikit yang sering memujinya
Kota kelahirankuku begitu nyaman
Mempunyai sebutan kota hujan
Itulah Bogor, kota kesayangan

Puisi Karya @aliflifa -  http://ceritalif.blogspot.com

Ada Kamu di Sela Jemariku



Selalu aku merindumu, setiap kali aku menengok jemari dikaki

terlihat jelas kenangan disetiap sela-selanya

banyak sekali hingga meluap-luap tidak karuan

berhamburan seperti pesta kembang api semalam

aku mulai mengerakan kaki maju

menembus keramaian kenangan orang-orang disekitar sini

aku tidak menyangka pandanganku akan berubah

semakin tajam, memincing disetiap sudut

aku melihat disana ada kamu

sedang menari indah, gemulai disetiap lekuk tubuhnya

bagaimana jika aku menemani mu?

hingga nanti pagipun aku mau

karena aku hanya untukmu

aku tahu ini tidak akan jauh lagi

tidak untuk saat ini maksudku

karena aku tahu

menabung rindu dihadapanmu adalah kesenanganku

tunggulah aku, nanti

aku akan datang melamarmu

karena kamu kotaku

tempatku kembali entah sampai kapan lagi
 
Puisi Karya @RGAgastya - http://rgagastya.tumblr.com

Lampu Kota di Mata Lanangku

Lanangku, desa tak lagi memberikan yang saya minta
hati saya yang tertinggal di pucuk daun-daun cemara
jejak kaki saya yang pernah saya rendam di pinggiran kali yang tenang
dan ingatan yang saya simpan di sebuah ceruk rengkah batu bata rumah,
telah kehilangan keindahan.

Nang, ke kota saya akan jadi wedokmu yang ayu
memulas raut muka saya dengan pupur mahal yang tidak menggumpal saat bercampur keringat.
benges di bibir saya akan terasa lembut dan getar saat kamu kecup di penghujung waktu pertemuan kembali.

Benar, di kota tak ada kunangkunang, toh lampu merkuri juga indah.
saya ingin cahayanya dicelupkan ke bola mata saya yang suram.
saya ingin kelamnya langit malam menjadi cat rambut hingga legam di selasela jemarimu saat kamu nembang lagulagu rindu yang ternyata tak lagi saya rindu.
ah, saya cuma rindu peluk tubuhmu di tubuh saya dan ciumanmu di bibir saya yang beku, padahal panas malam di kota selalu terlalu.

Nanti entah kapan, sempatkan duduk bersama saya di bangku taman kota, Lanangku.
saya ingin kamu pangku.
biar nanti saya bacakan sebuah sajak dari seorang penyair tua kesayangan saya yang selama saya tinggal di kota saya selalu bersamanya.
sajak yang baitbaitnya saya gubah biar mengungkapkan kecintaan kamu terhadap saya.

Dan saat saya melihat kerlapkerlip lampu kota yang lena di kedalaman matamu, ah, betapa ia seperti kamu.

Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Minggu, 28 April 2013

Ada... Di Luar

Geopoliticus Child Watching The Birth of The New Man by Salvador Dali
Ada yang mengetuk di luar. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang mengetuk di luar. Ketukannya semakin kencang. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang mengetuk di luar. ketukannya sangat kencang. Aku lihat, matahari berjubah dementor di luar. Menghisap puisi-puisi dari setiap benua.

Ada yang menangis di luar. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang menangis di luar. Tangisannya semakin kencang. Aku lihat, tak ada siapapun. Ada yang menangis di luar. Tangisannya sangat kencang. Aku lihat, seseorang lahir dari dalam pasir. Sesaat setelah pepohonan memakamkan diri dalam ruang hampa.

Ada yang berteriak di luar. Ada yang berdentam di luar. Ada yang meledak di luar. Ada yang tenggelam di luar. Ada yang terdiam di retak cangkang, menuju kehancuran. Ada … di luar.
Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Dari Sebuah Cangkang

Geopoliticus Child Watching the Birth of the New Man by Salvador Dali
Bagian-bagian tubuhmu memaksa keluar. Menumpang kekuatan di alir sekujurmu.
Di bawah payung - entah apa itu - mula kehidupanmu di lindungi, selain keras selubung cangkang.
Siapa menunggumu di luar? Dua tubuh telanjang, entah apa pula yang ditunggu.

Lihatlah, betapa cangkang mencengkerammu erat.
Ia memaksamu tinggal, hingga retak berdarah.
Adakah yang kembali bergetar, selain kepalamu, selain tangan kirimu yang lebih dulu keluar?
dan kau tetap tenggelam tak sampai permukaan.

Apakah dua tubuh telanjang itu mampu menunggu?
Apakah tidak kelahiran dari cangkang menyesatkan dan mampu menuntaskan kesedihan-kesedihan yang lebih dulu tetas?

Sesudahnya,
tinggal kehidupan yang harus kau reka, tanpa kepedihan.

Puisi Karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com

Di Bumi yang Ibu

geopolitical by Salvador Dali
baru
kekuasaan lahir
menetas
dari cangkang-cangkang
mengandung darah

tahta melenyapkan yang sudah
ada dan nyata
di bumi yang ibu

mata-mata
menatap
seksama
keruh-peluh curiga
dan ketakutan
 
bersiap mmenyambut
yang tak mampu kau sebut
hanya takut

:diaminkan semesta.

Puisi Karya @sayap___langit - http://atapbintang0812.blogspot.com

Ayah, Ibu, Aku, dan Duniaku

Geopoliticus by Salvador Dali
1/
yang kita tunggu mulai menampakan wujudnya
pelan dan pasti
kedatanganya merusak dunia
2/
ayahmu akan segera kembali sebuah tanah baru akan ayah beri sementara ibu sabar menerima sedih di tanah tak berhati
3/
cangkang pecah
tugas ayah pun usai
aku senang tak terperi
menanti ayah kembali
4/
perang pecah
kita berpisah
ayah pergi
ibu mencari
dan aku sembunyi

Puisi Karya @hatijingga - http://hujanbulanmei.tumblr.com

Bumi dan Durjana

Geopoliticus Child Watching the Birth of the New Man by Salvador Dali (1943)


**
Pada hati Ibu bumi yang meronta
Melahirkan separuh jiwa
Ada jejak meretas perih pilu
Mereka menapak sejarah peradaban baru
Menggores getir tempat Ibu berpayung rindu
Merenggut penuh nafsu

*
Mereka manusia yang terlahir dari durjana
Yang seolah muncul dan berkuasa
Meremukkan rahim Ibunda
Memakan apa saja
Rakus, nyaris tak bersisa

*
Bumi seisinya, apalah daya?
Tak mampu berteriak lantang, murka
Tak sanggup menahan jejak ambisi durjana
Tertinggal rintih luka di sana
Di hati bumi, kalbu Ibunda

*
Masihkah ada hati di dunia
Untuk bumi seisinya?
Untuk Ibunda yang kini bermuram durja?
Untuk dunia yang mulai poranda?

*
Bertanya pada hati kita
Semestinya, di sana jawaban itu ada

*

-Bulaksumur, 26 April 2013-

Puisi Karya @phijatuasri -  http://lariksyair.blogdetik.com

Bumi dan Manusia

geopolitical child watching the birth of the new man by salvador dali
Tuhan membuat bumi sebagai tempat hunian termegah bagi manusia.
Tuhan sudah mempersiapkanya sedemikian rupa untuk sekumpulan makhluk yang diciptakannya.
Manusia sebagai makhluk yg dipercaya olehnya untuk menjaga seluruh isi bumi.
Bumi ini sangatlah indah. Jika manusia bisa melestarikanya.
Sayangnya manusia terkadang tak pernah sadar.
Bahwa mereka adalah makhluk yg paling dipercaya tuhan untuk menjadi pemimpin di bumi ini.
Merawat segala yg ada didalamnya untuk keturunan manusia kelak.
Sayang, generasi demi generasi yang dilahirkan di muka ini tak selamanya bisa menikmati keindahan bumi.
Mereka hanya bisa melihat sisa-sisa dari segala keindahan di muka bumi.


Puisi Karya @aliflifa - http://ceritalif.blogspot.com

Cangkang Kehidupan

geopolitical child watching the birth of the new man by salvador dali
Kitab dongeng para tetua bertutur tentang cangkang penyimpan embrio Nuh –

Selusin kepak mendarat di remah tanah
Menyulam tubuh pencari keabadian; pencari kehidupan baru terjanji, menjadi doa pengharapan setiap para bocah.

“Tunjuk satu daratan!” jerit wanita papa.
“Hentikan bandang lendut dari langit mentega, seseorang pasti tahu hal ini.”

Lalu ada hidup beranak-pinak dalam satu daratan.
Mengais waktu menikahi bumi dengan setia

Tetapi luntahan janji-janji si tuan kuning bermata kuning, makin menjulur menggapai leher-leher amarah
Kemudian henyak lelah terperangkap dalam pigura keegoisan
Tak bisa lari

Ada harap telanjang angkasa tentang bumi yang semakin sakit
Karena tumpah darahnya pada alis mata seekor jalak

Lalu peri bersorak sendu

“Berhenti rajam tanah dengan riuh! Berhenti! Karena tetumbuhan sebenarnya lekuk-lekuk di kelopak matamu
Dan hewan adalah darah yang mengalir dalam nadimu.”

Dan hening.
Yang mengecap manis menjahit ujarnya
Yang mengecap pahit sibuk merapal kutuk
Diterakan tanda tanya pada kening
Adakah ibu Bumi meluap angkara lagi?

Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh baik. *)

*) kutipan kitab Kejadian 1

Puisi Kolaborasi Karya @didochacha dan @_bianglala -  http://mruhulessin.wordpress.com/ dan http://pelangiaksara.wordpress.com

Manusia Baru

Geopolitical Child Watching the Birth of the New Man. by Salvador Dali
Bumi semakin sekarat
Tanah tempat kita berpijak
Kini mengerang bergeliat
Memuntahkan isinya yang berkarat

Manusia-manusia terlahir baru
Keluar dari cangkang rahim Ibu
Lalu, bertanya dengan wajah pilu
Apa yang harus ku lakukan untuk bumi ku?

Sejenak, hari makin berganti
Bulan menjadi matahari
Masihkah kita tetap berhierarki
Menjunjung tinggi keegoisan hati

Puisi Karya @amaniaghina -  http://imaginationoflove.tumblr.com/

Kelahiran yang Pemali Ini membuatku Gentar

Geopolitical Child Watching the Birth of the New Man by Salvador Dali
Aku gentar
Belum apa-apa lengannya sudah menjangkau seberang benua
Kepalanya menyembul bagai bola mata yang hendak keluar dari tempatnya
Kakinya seakan merobek semesta
Petaka

Aku bersembunyi di antara kaki entah siapa
Siapa saja asalkan aku tidak dekat-dekat dengannya
Aku menutup mataku sekali dua kali
Berkali-kali asalkan aku tidak melihat kelahirannya yang pemali

Tidak seharusnya ia lahir di sini
Di tempat yang tidak membutuhkan anomali
Mana induknya?
Kembalikan saja ia ke alam baka

Ini bumiku
Hijau penuh rimba
Biru oleh samudera
Ini bumiku
Tidak boleh berubah merah karena darah
Tidaklah bising karena desing

Aku gentar pada mereka yang lahir berbekal asumsi
Bahwa merusak alam adalah benar demi sesuap nasi
Lalu menyakiti demi gengsi adalah hal biasa
Belum tahu ahimsa?
Tidak percaya karma?

Ini bumi tempat aku menjejak
Bukan untuk dirusak

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Tanah Suka Dukaku

Geopoliticus Child Watching the Birth of the New Man (1943) - Salvador Dali
Tanah ini tanah suka dukaku
Tempat kami berpijak dengan jejak
Tempat kami bertualang dengan riang

Namun lihatlah bumi pertiwiku
Tanah ini telah tampak retak retak
Tanah ini sudah tak layak dikunjung

Bahkan sejak perang berhenti dulu
Kemana manusia manusia tak berotak
Kemana jiwa jiwa yang lengang

Kami telah kubur masa masa lalu
Cangkang kehidupan pun kini tergeletak
Cairan anyir leleh dari celah cangkang

Inikah manusia dan jiwa yang baru
Yang kan perbaiki pertiwi dengan bijak
Yang kan tanami hijau sampai rindang

Aku takkan sabar untuk menunggu
Tanah ini tempat kami berpijak
Tanah ini tempat kami bertualang
 
Puisi Karya @Susi_SmileKitty -  http://luphly-shie.blogspot.com/

(Belum) Terlahir

Geopoliticus by Salvador Dali
terseret udara hingga barat 
bukan aku yang kamu cari sebenarnya 
meski aku selalu kamu pegang erat 
aku tahu disana kamu temukan sahaya 
berhembus udara kering dan pasir 
terasa hangat dan menyentuh 
aku sebenarnya bukan ingin bercerita 
hanya ingin bergumam 
bergumam tentang kehidupan baru 
bergumam tentang yang telah dijanjikan 
aku rasa bukan itu maksudnya 
ternyata aku dipermainkan 
dibuat bingung tak karuan 
fikiranku mulai melayang 
terkoyak sepanjang padang ilalang 
beristirahatlah saja disana 
ini bukan sebuah takdir, kamu berdiri diantara kakiku 
lihatlah kenyataan yang begitu jujur itu 
menyakitakan kemudian melebur bersama darahmu 
bersama kesakitan yang akhirnya akan membuatmu memahami 
mengerti mengapa kamu berdiri dengan dua kakimu
 
Puisi Karya @RGAgastya - http://rgagastya.tumblr.com

The Birth

Geopoliticus Child Watching The Birth Of The New Man (1943)
By Salvador Dali

O,
cangkang rahim Ibu Bumi retak
digeliat lesak terdesak sesak
sampai pada titik paling akhir
leleh darah kelahiran
manusiamanusia paling
: Keparat

Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Kamis, 25 April 2013

Kepalaky Adalah Ruang Tunggu Tempat Mesin waktu

Foto by Jamie Baldridge
Kepalaku adalah ruang. Tempat mesin waktu mengolah detik-detak ke detak-detik, janji pertemuan. Tentang hidup-mati bersama yang berputar lelah, namun enggan sudah.

Dari sepotong kue tumbuh sebatang lilin, dengan nyala tetutup salju, terkikis angin. Lesu menunggu hembusan.

Setangkai lengan menopang dagu yang berat oleh lamunan jejak-jejakmu yang tak kunjung mendekat.

Kepalaku adalah ruang. Tempat mesin waktu pongah merayakan janji kepalsuan. Tunggu demi tunggu. Hanya bisu ke bisu. Jatuh di ruang itu, menumpuk.

Redup mata mematikan kata. Diam tak bersuara, menunggu di ruang itu.


Puisi Karya @sayap___langit - http://atapbintang0812.blogspot.com

Rabu, 24 April 2013

Ellevenses

Ellevenses by Jamie Baldridge
Sepasang pucuk puncak dadamu, menohok atap pikiranku. Dan ingatan itu selalu telanjang, duduk di hadapanku. Ingatan-ingatan yang selalu ingin kusaksikan, yang selalu enggan kauperlihatkan.

Di wajahmu yang selalu kaupasangi tirai marun adalah ikhtiar mengelabui sorot nyalang pikiranku; Bahwa benar ada yang lebih indah dari sepasang pucuk puncak yang memenuhi dadamu, juga sintal ramping pinggangmu; Bahwa benar sepasang matamu memancing berahi keingintahuanku tumbuh subur seperti virus-virus penggerogot tubuhmu hingga lengan mulus dijejali selang-selang infus.

Sepasang mata yang kau sembunyikan di balik tirai marun, adalah tempat sekumpulan cahaya di tanganmu menemukan jalan pulang. Sepasang mata yang selalu coba kau jaga nyalanya dengan bercangkir-cangkir kopi, sepasang mata yang menolak untuk bermimpi. Sepasang mata itu yang selalu enggan kauperlihatkan, yang selalu ingin kusaksikan.

Butuh berapa lama waktu aku menunggumu membuka sepenuh wajah?
 
Puisi Karya @acturindra - http://senjasorepetang.wordpress.com

Ziarah Kenangan

Foto by Jamie Baldridge
Malam tak lagi ramah. Ia marah-marah ketika aku menghidupi kisah cinta yang bodoh. Sedih, hanya serupa ranggas pohon yang tak lagi dapat menyembunyikan kata-kata. Kubakar saja, hingga bau busuk itu runtuh. Menyisakan ruang kosong yang mungkin kan disinggahi pengungsi atau hantu-hantu yang terus membayangi langkah, melagukan perih.

Malam marah-marah. Mengubah awan kelabu menjadi abu. Kedua mataku gelap, membuatku tersesat di jalan setapak hutan; jiwa. Puisi-puisiku bersembunyi dalam keruh air yang tergenang di dada; kenangan.

Ku kembalikan burung itu ke dalam pigura. Kuisi sangkarnya dengan sebatang ranggas pohon dan awan kelabu. Kubuang. Biar membusuk bersama kenangan. Dalam kepala. Dalam dosa.
 
Puisi Karya @aa_muizz - http://butirbutirhujan.wordpress.com

Telanjang Kerapuhan

Foto by Jamie Baldridge
Tahukah kamu rasa sang kesepian yang berulang kali membaca seraut puisimu — membuat kegaduhan dalam sangkar ingatan tak hendak penyangkalan. Pun pendar mesin-mesin waktu berlompatan pernah mencuri; mencari-cari tepat masa temu yang denyar.

Tiba-tiba menguak pernah disebut rindu. Berlompatan dentum dari dada berdinding batu ke dinding batu — terhenti pada aksara terakhir, menakik pilu yang tak terlalaikan, meluntahkan ngilu dimampatkan kebas rasa.

Kini di mana kausembunyikan remah-remah cangkang penyesalan?

Semoga tidak di kepalamu, biar beda yang tumbuh. Seumpama sangkar-sangkar burung rapuh, mengapit tali jahit yang menali-pitakan ingatan dengan deguban.

Aku menandai pilu dalam diam tubuhku, dengan telanjang kerapuhan. Memangku doa-doa. Sesekali memecahkan cangkang waktu, menengok adakah lalaimu mampat di situ.

Sungguh, tiada kepuraan tersaji dari rapuh meja dan kursi kayu tempatku duduk dalam kesendirian tanpamu.

Puisi Kolaborasi Karya @dzdiazz dan @_bianglala - http://pelangiaksara.wordpress.com dan http://aksaralain.blogspot.com

Damai

Foto by Jamie Baldridge
Serupa senyumanmu yang menyingkap kelabu menjadi semburat biru
Himpitan-himpitan masa lalu yang menjadikannya kian terhunus

Tetap diam, mati rasa dalam heningnya siang
Menggenggam erat kenangan yang menjadikannya bisu

Masih tetap di sini
Bertahan dalam tangga-tangga kehidupan yang kian memuncak
Menyinggahi hati demi hati para pencari kedamaian

Sunyi sepi
Dan kau tak lagi peduli

Puisi Karya @aykartika_ -  http://itsmeaykartika.blogspot.com

Pemanah Luka

Foto by Jamie Baldridge
Tepat,
Ditempat yang pernah kau singgah
Kau tancapkan panah
Terluka bernanah
Lalu, berdarah

Vena dan arteri saling menyangkut
Ibarati dustamu mulai akut
Pun mataku berkias kabut
Buta akan cinta yang telah terparut

Ku coba lepaskan panah dihati
Pedih ku sembuhi luka sendiri
Apakah kau tak peduli?
Atau memang kau sudah tak punya hati?

Puisi Karya @amaniaghina -  http://imaginationoflove.tumblr.com
Annunciation by Jamie Baldridge
I’m a girl, staying in a castle
Surrounded by the pillar
Wrapped by the naked skin

The commoners call me lady
But I felt nobody

Can’t you see?
My soul needs to get free
But my body imprisons me

How poor you are
Who think that beauty is the only
Diamonds are the purely

Can’t you see?
Happiness is so simply
As long as you can full fill your stomach with some spicy
And your life with the lovely

Oh, Lord
I wanna break free
Like a bird from the broken birdcage
Leave all my bored life and find the new tree

Can’t you see?
I’m an angel without the wing
Miss the grass and the spring
Feel the wind and then breathing

But this life like only crook
Such a bed or the red carpet
Give the pain and the damned lust
And cursed me as the prettiest slu

Puisi Karya @ara_damiril -  http://apura.wordpress.com

Kepala Kotak

A Pattern of Monstrosity by Jamie Baldridge
Kepala kita adalah kotak yang sudah tak bisa lagi menjelma bulat seperti purnama
Meski sejuta helikopter meraung
Menarik – narik neuron
Pikiran dan rasa sama sekali tak bisa menyatu

Serisau senja
Sesepi subuh
Kita semakin sempurna memainkan peran
Menjadi patung berpakian menawan
Meski dada sudah hampir pecah karena jarak sudah mencapai titik nol
Tangan kita kaku, membeku, tuk saling menyentuh

Kita kotak dan akan selalu kotak
Semakin malam, semakin menua oleh keegoisan
Keras lalu kemudian renta
Semoga tak tertulis penyesalan nanti
Sebab telah menyembunyikan harga sebuah pengorbanan
Dalam kepala yang semakin kotak

22 April 2013 ~ pada sebuah senja

Puisi Karya @didochacha -  http://mruhulessin.wordpress.com

Oleh-oleh dari Negeri Seberang

Foto by Jamie Baldridge
/1/
Pada musim hujan
Pori tanah kekenyangan
Sendirian menyerap curah air
Tubuh tanah rapuh
Sendirian menahan aliran air

Syukurlah
Anak-anak senang berenang
Orang dewasa punya kegiatan memindahkan barang

/2/
Pada musim kemarau
Wajah tanah keriput tak karuan
Sendirian menahan rindu pada air
Kulit tanah retak
Sendirian menyerap tenaga surya

Syukurlah
Anak-anak makin senang bermain air
Orang dewasa banyak kegiatan untuk mencari sumbernya

/3/
Pada musim hujan pun kemarau
Satu per satu batang pohon tumbang
Tak ada akar yang harus menyerap
Tak ada daun yang harus menghisap

Kini anak-anak terlalu senang
Kelak dewasa tak tahu lagi cara bersenang-senang

Puisi Karya @warniwarnaku - http://warniwarnaku.tumblr.com

Aku Kini

Dainty Phyletic by Jamie Baldriedge
ini sedihku
ku kisahkan sebagai hujan yang tak berhenti turun
awan hitam terus mengantung di atas kepalaku
*
ini duka ku
ku lukiskan seperti bandang yang datang membawa seluruh ceriaku hatiku kosong terbawa air bah yang tak pernah surut
*
ini setiaku
ku ceritakan dalam payung hitam yang menghadang semua badai tak pudar walau waktu menggiring ke lautan airmata
*
inilah aku
sendiri melawan hujan karnamu kau lihatlah
aku akan bertahan
sampai mentari datang menyelamatkan senyumku

Puisi Karya @hatijingga - http://hujanbulanmei.tumblr.com

Di Muka Jendela

Perpetual Motion by Jamie Baldridge
Angin memberontak
Meniupi sekeping hati yang koyak
Nestapa ini seolah beranak-pinak
Membelenggu, seperti kotoran berkerak

*
Empat larik pagi ini
Kubingkiskan untuk dokter Windy
Ia cantik dan baik hati
Sesekali berlama-lama berada di sini
Mendengarkan aku membaca puisi

*
Aku baik-baik saja
Tetapi, mereka bilang aku gila
Berhari-hari kerjaku mematung di muka jendela
Mengawasi sesuatu yang entah, tak tahu apa
Menanti seseorang yang entah, siapa sosoknya
Aku… tak pernah ingat apa-apa

*
Hari ini dokter Windy datang lagi
Menemuiku yang mematung sendiri
Aku masih di muka jendela ini
Bukan untuk bersiap membaca puisi
Aku malah asyik memeluk sebuah kapal mini

*
Ada yang berbeda
Serentet peristiwa berkelebat di pelupuk mata

*
Kapal ini miliknya
Ia, yang selama ini kucoba mengingat tapi tak bisa

*
Dua tahun lalu ia hilang
Dany, buah hatiku semata wayang
Ia suka sekali bermain layang-layang,
berpura-pura menjadi pilot pesawat terbang
juga mengemudikan kapal seperti kakek asuhnya, Mr. Chang

*
 “Ngeng.. ngeng.. ngeng,” masih terngiang riang suaranya
Tiap kali berdiri di muka jendela
Aku seperti bisa mendengarkan celotehannya
Meski ia tak lagi ada di seberang jendela

*
Dany, masih kurasa ia berdiri di sana
Sesekali berteriak riang mengejar layang-layangnya
Sesekali menolehkan wajah ke tempatku berada
Lalu berseru, “Mama.. mama…!!”
Itu teriakan terakhirnya
Ketika sebuah mobil sporty menyambar tubuh mungilnya
Dany…, tiada kusangka

*

-Karang, 22 April 2013-

Puisi Karya @phijatuasri -  http://lariksyair.blogdetik.com

Rumit

 
The 55 Parallel by Jamie Baldridge
Aku mencoba menenangkan diri
Membawa secangkir teh hangat untuk ku nikmati
Tapi tetap tak bisa
Aku masih memikirkan segala hal yang memnuhi otakku
Berusaha bersikap tenang
Walau kenyataannya saraf otakku begitu tegang
Jaringan otakkupun semakin merumit
Masanya mungkin lebih berat
Seperti ada sekumpulan bom yang menjerat
Ah, entahlah apa yang aku fikirkan
Kehidupan ini begitu penuh tanda tanya
Membuatku ingin tahu segalanya
Padahal logikaku saja tak mampu menanggapinya
Aku , makhluk yang diciptakan Tuhan
Tugasku untuk menikmati kehidupan
Serta membuatnya bermakna di setiap bagian

Puisi Karya @aliflifa - http://ceritalif.blogspot.com

Mati!

Annunciation by Jamie Baldridge
Ku tak sanggup untuk telentang lagi
Kala cairan jalangmu merekah di sini

Diam, bungkam dan hanya gamang
Dalam remang remang sudut ranjang

Ku tak kuasa berlari ke sudut sudut lain
Ketika sadar tubuhku polos tanpa pakaian

Duniaku runtuh bagai diterpa badai
Dalam ringkuk hanya tinggal caci maki

Kau... cepatlah pergi dari diriku
Kemolekanku hanya menanam nafsu

Dan kini, tamparan angin bagai sembilu
Dalam lengung kutinggalkan raga polosku
 
Puisi Karya @Susi_SmileKitty - http://luphly-shie.blogspot.com

Sebentuk Telanjang Mempertanyakan Aku

Foto by Jamie Baldridge
Aku hanyalah sebentuk tubuh telanjang yang
terbangun di tengah padang gersang

Aku membawa satu buntal berisi entah
sebagai bekal mengembara selama entah

Siapa yang tahu berapa lama kita berada di sini
atau di sana

Aku hanyalah sebuah konsep tentang hidup
menjaga atma agar jangan dulu meredup

Aku membawa satu nyawa bervisi mentah
meminta tambahan waktu sampai entah

Siapa yang tahu kapan kita akan mati
atau lahir lagi nanti

Aku adalah kamu yang tak kamu sadari
sejenak ada lalu pergi lagi

Aku adalah hal-hal yang kamu gerogoti
akan habis tanpa bisa dimuntahkan kembali

Aku adalah misteri yang kerap kamu teliti
beribu hari

Aku adalah waktu
Aku adalah waktu

yang kamu sia-siakan itu…

*

Puisi Karya @ManDewi - http://mandewi.wordpress.com

Katakan Kamu

Phrases from a broken language byJamie Baldridge
Kamu

Penggalan kalimat diantara paragraf

sayang aku tidak pernah membacamu

bukan aku tidak mau, bukan aku tidak tahu

bagaimana jika aku salah menilaimu

hatiku terus berkata bagaimana jika aku adalah kamu

mencoba memahamimu sendiri bukan barang sulit

kamu tahu aku bisu

kamu tahu bibirku selalu kecu ketika melihatmu

lihatlah potongan-potongan kata ini berserakan dilantai

itulah yang seharuhnya aku sampaikan padamu

aku merasa dibodohi

bagaimana dan bagaimana saja yang ada difikiranku

terlalu panjang aku memikirkanmu tanpa berkata

ya, aku hanya memikirkanmu saja

hingga tenggelam aku tetap terima

dan sebaiknya aku mulai berkata

Puisi Karya @RGAgastya - http://rgagastya.tumblr.com

Visitation

The Visitation By Jamie Baldridge
Sila, masuk ke aku!

Engkau kuundang sekali lagi
dan kelak berkali lagi
ke kelam(in)ku
ke semua yang terbuka celah di aku

Kubiar engkau berkunjung
sebab seperti pergi datangnya kereta
engkau retas sunyiku yang laun ke kian
sampai rasa itu ke pekik
kerna tak berjeda terus kau takik

Dan
dari sela bibir kuburai deretan sajak
untuk sekali lagi dan kelak berkali lagi
larik ritmiknya kudeklamasikan
langsung ke sepasang tatapmu
agar terbaca biar terdengar



meski
: absurd
Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com

Sang Pengeja Rindu

Foto by Jamie Baldridge
Aku masih di sini, Kekasih,
Sendiri mengeja rindu nan perih,
Tanpamu yang telah tanamkan luka pedih,
Sebab hati tak lagi bisa memilih.

Meja bundar adalah rinduku yang sendiri,
Bangku kayu bukanlah kamu yang menemani,
Sedang aku masih duduk merenungi sepi,
Berharap rindu tak terburu-buru pergi.

Di bola mataku jatuh bayang burung dalam sangkar,
Membisu seakan tak lagi sadar,
Mungkin ikut berduka atas rindu di atas makam yang kian mekar,
Tanpa senandung yang membiaskan geletar.

Jemariku masih sibuk mengeja sandi,
Menekan berkali-kali hanya demi sesuatu yang tak pasti,
Burung-burung bisu kembali bernyanyi,
Hingga sanggurdi telingaku bisa mendengar sapa rindumu lagi.

Aku masih belum menyerah,
Kutekan lagi sandi tanpa pasrah,
Berharap pesan rindu sampai padamu yang dilanda amarah,
Sebab pelupuk mataku kian basah.

Sekali lagi kutekan,
Hanya untuk memastikan,
Rindu akan mendapatkan balasan,
Lewat sebait nyanyian.

Tapi, burung biru tetap kelu,
Burung putih masih saja pilu,
Burung merah tak kunjung berdendang syahdu,
Ini adalah sebenar-benarnya rindu.

Dalam ketabahan sebuah penantian aku belajar mendengarkan,
Pada detak yang mungkin kaukirimkan,
Hanya kepekaan yang bisa mengartikan,
Perlahan jatuh merasuk ke indera pendengaran.

Debar kerinduan kudengar dengan saksama,
Berharap kita bisa merangkainya bersama-sama,
Tapi, bukan cinta kalau hanya rindu yang utama,
Sebab cinta ada kalanya sekadar sapa pada sesama,

Aku kembali mengeja waktu dalam sentuhan,
Mengirimkan sinyal mengharap balasan,
Dan, usaha bukanlah kesia-siaan,
Sebab akhirnya kudengar sebuah sapaan.

Aku melonjak, aku berteriak,
Rinduku sirna mendadak,
Lewat kicauan burung dalam sangkar perak,
Ah! Ternyata itu hanya suara burung tersedak.

Aku merintih mendengar kabar palsu,
Di lebam dada, rindu masih bertalu,
Di bangku kayu aku masih menunggu,
Balasan rindu dari kicau burung biru.

Mataram, 20 April 2013 (11:25 Wita) 

Puisi Karya @momo_DM - http://bianglalakata.wordpres.com

Sabtu, 20 April 2013

Manis Sepertimu

Masih seperti dulu
Aku suka melihat senyumnya yang sibuk memindahkan tomat-tomat pada piring nasi gorengnya

Menambahkan garam dan lada yang selalu menjadi temannya Memandangi gelas anggurnya dan memainkan jeruk yang melingkar manis di depannya

Masih seperti dulu
Keheningan malam dihiasi irisan kue-kue sembari menanti pagi
Diiringi asap rokok yang berhembus dari mulutnya
Perlahan, menyisakan kepulan-kepulan asap berbentuk hati tak sempurna

Sunyi sepi

Pemandangan tetap sama dari waktu ke waktu
Lelaki tinggi manis yang suka sekali tersenyum
Membuatku terpesona lagi



Puisi Karya @aykartika_ ~ http://itsmeaykartika.blogspot.com

Tertahan

Tertahan akhirnya mataku
Pada sebuah tomat yang ranum
Tumbuh subur dipipimu

Juga pada matamu
Bulir-bulir lada hitam bulat sempurna
Tajam
Menembus remang tulang belulang

Izinkan aku tertahan
Senyap pada sosokmu

Ranjau pesonamu menjadikanku
Serupa cangkir kopi yang setia mematung
Hingga tetes hitam itu akhirnya musnah

Senyap dan senyap
Tertahan padamu

Puisi Karya @didochacha ~  http://mruhulessin.wordpress.com

Aku Menepikanmu

“Cukup dua musim berbuah, aku sudah tiba di bawah pohon mangga — buah kesukaanku,” katamu.

Itu janjimu, kau tulis dalam puisi.
Di atasnya kau dirikan altar, beralas kain putih,
di sini.

Ini musim yang kesekian. Aku menantimu.
Hanya angin berderak tanpa kabar.
Menjatuhkan daun-daun — enggan rindu; enggan dipeluk.

Bisa saja kau lupa, seperti biasa lupa selalu.
Sebab kepalamu mulai berbunga jambu
mungkin angin salah meniup, jatuh kabar tak menentu.
Dan kau salah pohon.

Kini kau tiba dari kepergianmu, bertamu di kursi beranda rumah.
Angin lirih menghantar percakapan sepoi.

Ahaa, kaubawakan dua bungkus rujak: “pedas sekali dengan banyak potongan mangga,” katamu

Aku mengaturnya,menghidangkan untuk kita di atas dua piring saji.
Segera saja kau mulai asyik melahap buah-buahnya — “pedas,” katamu sambil melirikku.

Lalu aku pun asyik mulai menepikan semua potongan mangga itu di tepi — “nanti kubuang,” kataku.

Percakapan kita terhenti.

Akhirnya kau mengerti
– aku yang menepikanmu.

Puisi Karya @_bianglala ~ http://pelangiaksara.wordpress.com

Aku sendiri

Malam hujan, gigil sampai ngilu sendi-sendi
Di teras atas, ramai aku sendiri
Juga denting gelas aduan sendok
Wedang jahe masih mengepul, tegas

Hangat menyeruak, dari kesedihan ke kesepian
Ingat caranya merajuk, apel yang kukupas sudah berubah warna
Dari putih pucat ke lemas coklat
Masih ramai sendiri, kenangan pasi
Tak berkabar dari serbuk bintang

Aku barangkali,
Hening dan pergi yang kau amini
Sampai kopi enggan menyajikan diri
Dan malam selesai tanpa mampu kuakhiri
Puisi Karya @dzdiazz ~ http://aksaralain.blogspot.com

Tak Berjudul

Cinta itu berjatuhan ke telinga
lantas
menjalar pelan
pelan ke bidang dada

Rindu berhamburan di meja makan
menjelma sintal
kuning pisang meminta
tuntas

dan cemburu ruah dalam semangkuk
rujak ulek ibu pedas
menggigit kata
menyebabkan titik peluh airmata

lantas pungkas
dalam sepiring pudding
lembut bibir 
 
Puisi Karya @sayap__langit ~  http://atapbintang0812.blogspot.com/

Jumat, 19 April 2013

Hikayat Rebung

Jangan bersedih!
Meski kau tak menjulang tempat angin bertindih,
urung menjadi rumpun tempat bersinggungan segala perih,
kau mulia dengan gempal dagingmu yang putih.

Sabarlah!
Dengan teriris-iris, bukan berarti kamu kalah.
Kesucian pengorbanan tak pernah punah.
Jadi, jangan pernah menyimpan segala serapah.

Hilangkan nyeri perih!
Saat kau direbus dalam air mendidih,
pahitmu akan hilang,
mulut kami akan menyambutmu riang.

Terimalah takdirmu!
Kudapan santan dan segala bumbu, mereka penyempurnamu.
Bersama sebakul nasi dan ikan asin bertautan,
Kalian santapan paling melenakan.

Sesuap-dua, masuk ke mulut kami.
Sekalori-dua, menjadi cadangan energi,
untuk kami berlari,
berlomba mendapat rida Ilahi.

Surabaya, 19 April 2013

Puisi Karya @aa_muizz ~ http://butirbutirhujan.wordpress.com

Tiga Perihal yang Selalu Kutemukan dalam Keranjang Hitam Gadis Bergaun Sewarna Rembulan Pucat

Malam baru saja tiba, mengantar geligir ngilu ke pasar kesunyian. Berkeranjang hitam, dengan gaun sewarna rembulan pucat yang sirnarnya dicuri mendung, gadis itu memilih dan memilah kesedihan bagi dirinya, mungkin juga kebahagiaan. Karena tidak ada yang tahu, barangkali kesedihan-kesedihan yang tersimpan lama akan jauh bermakna dari kebahagian-kebahagian yang cepat tiba lantas segera tiada.

Anggur merah sewarna luka dalam dadanya, Asin garam serupa krital-krital bening yang meleleh dari laut matanya, juga gulali merah muda seperti lingkar rona pipi saat legit cinta belum luruh terhapus deru waktu. Adalah tiga perihal yang dipilih gadis itu untuk menemaninya melewati malam.

: Anggur merah sewarna luka. Ah, barangkali luka memang benar-benar seperti anggur merah; diperas lalu disimpan hingga butuh beberapa jenak untuk jadi sesuatu yang beraroma menggoda, sesuatu yang memabukkan para pecinta. Ah, luka, kau telah jadi candu bagi dada gadis itu — dada yang lebam membiru sebab haru.

: Asin garam serupa kristal-kristal bening yang meleleh dari laut matanya. Barangkali tak ada petani garam yang lebih tabah dari seseorang yang cintanya jatuh pada tempat yang salah. Dan gadis itu, gadis yang menyimpan keheningan laut di matanya, adalah seseorang di antaranya.

: Gulali merah muda seperti lingkar rona pipi. Barangkali memang masih ada yang ingin dikenang dari kecap legitnya cinta yang pernah singgah di lidahnya; manis-manis yang kini cuma meninggalkan pahit, juga perih di tenggorokannya.

Malam baru saja tiba, masih ada yang ingin dibeli gadis bergaun sewarna rembulan puncat di langit sana dari pasar kesunyian. Entah itu kebahagiaan yang segera tiada, atau kesedihan-kesedihan yang menjadikannya bermakna. Entahlah…

Puisi Karya @acturindra ~ http://senjasorepetang.wordpress.com