Sabtu, 22 Desember 2012

Tiga Perihal yang Tak Sempat Kusampaikan

/1/

Engkau adalah mukadimah dari segenap restu-restu Tuhan, terjatuh dan dijatuhkan di telapak tanganku. Tangan yang dulu pernah malu-malu memelukmu. Aku ingat, di suatu malam tanganku pernah ingin mampir menggenggam tanganmu saat kau terlelap. Merasakan kapalan-kapalan di kulit tanganmu, dan mengapalkan semua kenangan tentang dongeng masa kecil ke laut mimpiku.

Kau sudah lama tak mendongengkanku. Sadarkah kau, hampir sewindu pelaut ulung itu berlayar? Dan kau tak jua membawanya pulang. Sementara aku menunggu, menunggunya kembali. Kau tak sekalipun menuntaskan kisahnya. Matikah ia tergulung ombak, ataukah ia terdampar di sebuah pulau dan memutuskan jadi tukang kayu? Entahlah, sekarang aku mencoba untuk tak mempedulikannya lagi. Dan sekarang biarkanlah aku mengajakmu berlayar meninggalkan dongeng-dongeng yang tak kau tuntaskan itu.

/2/

Engkau adalah mata air bagi seluruh kebaikan di muka bumi. Dan jemarimu, aku masih mengenalinya sebagai anak sungai, tempat di mana bunga-bunga bakung tumbuh juga capung-capung kecil menari tanpa canggung. Juga tempatku melarung segenap kebencian yang pernah diwariskan pelaut ulung.

Di sepertiga malam, aku pernah diam-diam mengintipmu. Dan melihat mata air itu mengalir lebih deras, keluar dari matamu, dari ucapmu, dari telapak-telapak tanganmu yang tengadah. Namaku juga nama seorang lainnya kau jaring dengan doa seperti ikan kecil di dalam telaga.

/3/

Engkau adalah induk dari segenap kebahagiaan, dan senyumanmu adalah semujarab-mujarabnya doa dalam menyembuhkan. Tahukah kau, ada yang jauh lebih perih dari tikaman pisau-pisau kesedihan yang ditancapkan ke dasar dadaku? Airmatamu yang jatuh bukan karena bahagiaku, airmatamu yang sia-sia terjatuh padahal musim belum kemarau. Aku pernah ingin sekali menjadi selembar tisu yang kau pakai untuk menghapus sedihmu, yang kemudian kau remas, dan kau buang ke tempat sampah. Aku ingin merasakan asinnya kesedihanmu, merasakan sakitnya remasanmu, merasakan diabaikan olehmu, merasakan jadi pelaut ulung yang tak kau bawa pulang itu.

Tersenyumlah lagi. Senyummu menyembuhkan kita.

Puisi Karya @acturindra - http://senjasorepetang.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar