Jumat, 25 April 2014

Menanti Senyap

Nafasmu memburu turun dari langit Dan lalu kata-katamu yang penjelma dahaga Berubah menjadi api Menghanguskan udara yang kusesap Hitam – Pekat

Kau tak lagi bisa berontak Menyembur api pada waktu Sebab mereka adalah abadi Keheningan sebentar lagi menjemput Aku terisak Malam semakin hitam Angin kesedihan lantas pekat

Puisi karya @didochacha - http://mruhulessin.wordpress.com

Empat Elemen Kesedihan

Mula-mula aku membakar daun-daun yang jatuh di kepala, supaya ada satu cahaya tiba dari kobar paling ingatan. Kau, seseorang, yang pernah lupa karena ingkar janji atas api, yang meredam sendiri bara atas masa lalunya. Setiap ada percik selepas pantik, di kepalaku telah hangus anak-anak rambut.

Dan kau, bisa jadi asin air yang jatuh sebagai hujan, membasahi bukit pipiku setelah selesai pembakaran. Aku sedang mengambil caping, akan kupanen garam dari kumpulan airmataku sendiri; hujan di musim kesedihan yang telah kau ciptakan. Aku jadi petani sukses dari banjir kehilangan.

Kemudian aku akan memulangkan tubuhku yang dipendam garam ini kepada tanah. Kukembalikan seluruh kesedihanku kepada apa yang dahulu telah diambilkan untuk satu hidupku. Tanah atas nama rahim ibuku. Tidak da yang perlu menggali karena api dan hujan telah menggemburkannya.

Maka takkan kudapati udara. Takkan kumiliki lagi napas, dan sesak dadaku paripurna. Helaanmu akan mencatat semuanya dengan huruf-huruf yang telah diajari untuk kebal pada sakit hati. Sementara aku telah sembuh dan takkan lagi mencampuri paru-parumu dengan bau masa lalu.

~ teras atas, 20 april 2014

Puisi karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com

Kepada Bara

Kepada bara Kurebahkan jiwa Di sepanjang rona pelangi beraroma jingga Sembari bersenandung hingga menggelora Hingga terlepas rupa-rupa, saujana

Kepada bara Kutitipkan samsara Biar habis terbakar sedih segala macamnya Mengabu, larung, menuju sedia kala

Kepada bara Kutautkan nestapa atas buncah rindu terlampau kentara Biar perlahan senyapnya Menghanguskan esa bejana, sukma

Kepada bara Kutuang sepercik airmata Ke dalam tungku-tungku penuh nyala Mengobar, membakar, selayak panas Candradimuka Maksudku, sederhana Biar letih hati tiada lagi mendera Biar seruang tumbuh, sekadar mengizinkan bernapas lega

Kupikir cuma kepada bara Kan kutuang samsara Biar habis terbakar sedih segala macamnya Mengabu, larung, menuju sedia kala

-kaki Merapi, 20 April 2014, jelang tengah malam-

Puisi karya @phijatuasri - http://lariksyair.blogdetik.com

Sebutir Biji

Aku sebutir biji yang tertanam dalam tanah yang hangat Bagai pelukan ibu yang terasa begitu erat

Air mengalir membasahi kulitku membuatku terbangun Dari rasa nyaman, hangat, dan nikmatnya pelukan

AAA….Aku ingin melihat matahari Sang Pembawa Kehidupan di Bumi Muncul ke permukaan dan merasakan nikmatnya udara menerpa diri

Tapi kini, semua tak bisa kurasakan lagi Karna tubuh ini tlah hangus terbakar api

Mengapa aku harus berakhir begini? Baru senang memulai hari, ku malah tak berbentuk lagi

Panas api dari tangan manusia Telah membuatku mati sia-sia

Baru sekejap kumulai hari Kini takkan pernah kurasakan lagi

Manusia tlah membakarku dengan api Padahal tak pernah sekalipun aku merasa iri

Kisahku sebutir biji yang harus mati Karna api oleh manusia-manusia yang keji

Yogyakarta, 20 April 2014

Puisi karya @MayHpt06 - http://mynameismaylia.wordpress.com

Inginku Menuntut Ilmu

Tanah tempat kakiku berpijak Dengan kedua kakiku terjejak Kuharap bertemu sesuatu nan bijak

Aku ingin bisa mengalir seperti air Yang selalu mengalir dari hulu ke hilir Tanpa sedikitpun ada rasa kikir

Namun kadang langkah kaki gontai Semilir angin, sejuknya udara menggodaku tuk santai Menikmati, mendengar deburan ombak di pantai nan damai

Tapi api masih ada dalam semangatku Kan kubawa selalu menemaniku menuntut ilmu Mengisi semua akal pikirku, hingga tiba waktu terakhirku

Itulah inginku dalam menuntut ilmu Membawa keempat elemen ke setiap relung jiwaku Dan kan kugenggam erat tanpa sedikitpun rasa ragu

Yogyakarta, 20 April 2014

Puisi Karya @MayHpt06 - http://mynameismaylia.wordpress.com