Rabu, 16 April 2014

Larut Bersama Tanya

Aku selalu suka, ketika kita berempat : kau, aku dan sepasang cangkir kopi di meja itu —saling bertukar tanya.

Aku iri pada serbuk kopi — ujarmu mengawali.

Ia ikhlas dilebur panas yang menjadikannya pekat sempurna bila kita adalah serbuk kopi pun ujian serupa air mendidih apa kelak kita setabah mereka?

Sepasang cangkir kopi di meja itu, menjawab lewat hening.

Aku mulai mengkaji doa-doaku — lanjutmu lagi.

aku egois, hanya meminta bahagia sementara sabar seperti vitamin tak dihasilkan tubuh barangkali jalan yang kita pikir tak berujung adalah cintaNya, tuk memenuhi pundi-pundi tabah agar kita tak kehabisan bekal.

Mungkin pula seperti kopi di cangkir ini — jawabku.

Ketika manisnya kita kurangi bukan perihal sakit gula yang menakuti melainkan, kita ingin mengecap makna dari murninya sebuah pahit.

Lalu, kau menuang minumanmu ke tatakan kopi, separuhnya sementara aku memilih meniup permukaan air minumanku, menunggu sampai hangat-hangat kuku.

Lihatlah, cara kita menyesap kopi, bagimu, caramu bagiku, caraku lantas mengapa kita saling menjatuhkan hanya sebab seseorang memilih jalan lebih panjang?

Sepasang cangkir kopi berdenting, berebut ingin menjawab namun, kita terlalu larut — dalam pertanyaan.

Palembang, 13 April 2014. 22:36.

Puisi karya @madeehana - http://pasiringatan.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar