Selasa, 22 April 2014

Mata

barangkali nanti engkau–adam–yang kulihat

pertama hari dimulai terhitung pagi

barangkali nanti aku–hawa– yang kaupandang

pertama melek dari ranjang-ranjang mimpi terhitung malam

Maka marilah kita saling lekat

mendenguskan nafas-nafas cekat

aku dan kamu membuang mata

melumat tubuh dari tinggal di ingatan.

“Tunggu!” pada kata-kata serempak, sebelum usai birahi.

“ada mata tuhanmu di kepalamu. Diam dan membatu.”

Satu tingal itu menetap, menatap tajam.

Dia memulai membacai batu, seperti mengucap tulah.

mengumbar cemar. menangkap gelisah.

mengurung dosa. lalu menutup vonis tanpa ampun.

dan mereka telanjang pendosa yang terkutuk.

Dia mata ketiga — yang tak terlihat untuk melihat yang tak terlihat.

Puisi karya @_bianglala - http://pelangiaksara.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar