Pulang ke kotamu,
: katamu,
Setangkup haru dalam rindu,
: kataku.
Pada lengang jalanan kota – pukul 22.00
Setelah aku menjemputmu di stasiun tugu – pukul 20.00
“Tak apalah, asal bersamamu”
Sesekali kau mencuri cium di bahuku – kangen
Pukul 22.00
Jalanan kota kini riuh serempak
Pun pada sudut kota, di setiap tepi jalanan
Semua keriuhan itu,
cukup sembunyikan detakku yang tak biasa kali ini
sebenarnya lebih degup dari keramaian di tepian jalan
Pada lengang jalanan kota – pukul 22.00
Remang lampu kota, ke arah selatan kita menyusuri larik pelangi
“pun aku mencintaimu,”katamu.
Setelah pukul 22.00
Sepanjang jalan ke selatan tak lagi lengang.
: katamu,
Setangkup haru dalam rindu,
: kataku.
Pada lengang jalanan kota – pukul 22.00
Setelah aku menjemputmu di stasiun tugu – pukul 20.00
“Tak apalah, asal bersamamu”
Sesekali kau mencuri cium di bahuku – kangen
Pukul 22.00
Jalanan kota kini riuh serempak
Pun pada sudut kota, di setiap tepi jalanan
denting sendok beradu gelas kopi
terbahak kumpulan lesehan para lajang sedang menepikan sepi
bletak perkusi serta senar gitar berlagu melodia masa kenangan
Semua keriuhan itu,
cukup sembunyikan detakku yang tak biasa kali ini
sebenarnya lebih degup dari keramaian di tepian jalan
Pada lengang jalanan kota – pukul 22.00
Remang lampu kota, ke arah selatan kita menyusuri larik pelangi
“pun aku mencintaimu,”katamu.
Setelah pukul 22.00
Sepanjang jalan ke selatan tak lagi lengang.
Puisi Karya @_bianglala -- http://pelangiaksara.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar