Saat kujenguk senyummu
Pada sebuah malam
Rimbun daun serupa melankolis memandangku
Lalu pucuk purnama berubah biru kelam
Aku berlari memendarkan gelak rindu begitu gempita
Sedang engkau disana
Duduk manis berselimutkan ego kekal
Meski rindu telah luber dari dadamu
Siapa yang tolol?
Kau tahu benar rindu itu menepiskan nafas
Seperti puntung rokok yang enggan mati namun tak lagi ingin menyala sempurna
Aku candu
Pada lekung sabit di pipimu
Kau candu pada remah-remah tawaku
Kita berada diatas normal
Memandang tembok serupa lekuk wajah
Lalu apa gunanya membiarkan waktu semakin tua dengan rangkaian huruf dan menepikan pertemuan?
Hujan telah gagal menebus rindu
Aku tetap berdiri di ujung senja
Dan kau tetap memeluk bulan
Berharap langit akan terbelah hingga tak ada lagi siang atau malam
Rindu telah meracau kepeningan melanggar batas normal
Kita tetap berkhayal
Dalam logika yang meradang
Siapa yang tolol?
Puisi Karya @didochacha - http://mruhulessin.wordpress.com
Pada sebuah malam
Rimbun daun serupa melankolis memandangku
Lalu pucuk purnama berubah biru kelam
Aku berlari memendarkan gelak rindu begitu gempita
Sedang engkau disana
Duduk manis berselimutkan ego kekal
Meski rindu telah luber dari dadamu
Siapa yang tolol?
Kau tahu benar rindu itu menepiskan nafas
Seperti puntung rokok yang enggan mati namun tak lagi ingin menyala sempurna
Aku candu
Pada lekung sabit di pipimu
Kau candu pada remah-remah tawaku
Kita berada diatas normal
Memandang tembok serupa lekuk wajah
Lalu apa gunanya membiarkan waktu semakin tua dengan rangkaian huruf dan menepikan pertemuan?
Hujan telah gagal menebus rindu
Aku tetap berdiri di ujung senja
Dan kau tetap memeluk bulan
Berharap langit akan terbelah hingga tak ada lagi siang atau malam
Rindu telah meracau kepeningan melanggar batas normal
Kita tetap berkhayal
Dalam logika yang meradang
Siapa yang tolol?
Puisi Karya @didochacha - http://mruhulessin.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar