Di depan pintu, langkah kakimu terdengar menjauh,
Seketika ada debar yang mendadak luruh,
Langit dadaku perlahan runtuh,
Seketika kilat menyambar dalam gemuruh.
Gemuruh memekakkan pendengaran menjadi tangis,
Pilu menyeruak perlahan membuat rindu terkikis,
Sendiri, aku meratapi rindu yang enggan habis,
Lalu, satu tanya keluar dari bibir tipis.
Tipis hanya segaris mengeja aksara,
Tentang tanya, “Oh mengapa?”
Tak ada jawaban kunjung kuterima,
Sebab bayangmu tak lagi nyata di pelupuk mata.
Mata tak lagi kuasa menatap lekat,
Pada senyummu yang telah menjelma pekat,
Kini kau dan aku terpisah oleh sekat,
Rindu dengan temu yang tak lagi rekat.
Rekat awalnya berakhir kehilangan arti hidup,
Sebab tanpamu akulah nyala lentera yang mulai redup,
Tertiup angin malam memantik luka paling dalam,
Sebab perpisahan adalah pilu paling kelam.
Kelam membuatku meraba-raba tentang salah,
Rasa yang sebenarnya tak kumiliki meski akhirnya aku kalah,
Aku adalah bisu dalam teriakan paling pilu,
Karenanya, aku tak inginkan pengganti dirimu sebab hati memilih kelu.
Kelu menunggu kau kembali hingga ajal,
Meski memujamu adalah jalan terjal,
Sementara aku, pengelana sunyi tak lagi mendengar suara hati,
Hanya dengan bayangmu, aku tak lagi sendiri, menunggu mati.
Puisi Karya @momo_DM - http://bianglalakata.wordpress.com
Seketika ada debar yang mendadak luruh,
Langit dadaku perlahan runtuh,
Seketika kilat menyambar dalam gemuruh.
Gemuruh memekakkan pendengaran menjadi tangis,
Pilu menyeruak perlahan membuat rindu terkikis,
Sendiri, aku meratapi rindu yang enggan habis,
Lalu, satu tanya keluar dari bibir tipis.
Tipis hanya segaris mengeja aksara,
Tentang tanya, “Oh mengapa?”
Tak ada jawaban kunjung kuterima,
Sebab bayangmu tak lagi nyata di pelupuk mata.
Mata tak lagi kuasa menatap lekat,
Pada senyummu yang telah menjelma pekat,
Kini kau dan aku terpisah oleh sekat,
Rindu dengan temu yang tak lagi rekat.
Rekat awalnya berakhir kehilangan arti hidup,
Sebab tanpamu akulah nyala lentera yang mulai redup,
Tertiup angin malam memantik luka paling dalam,
Sebab perpisahan adalah pilu paling kelam.
Kelam membuatku meraba-raba tentang salah,
Rasa yang sebenarnya tak kumiliki meski akhirnya aku kalah,
Aku adalah bisu dalam teriakan paling pilu,
Karenanya, aku tak inginkan pengganti dirimu sebab hati memilih kelu.
Kelu menunggu kau kembali hingga ajal,
Meski memujamu adalah jalan terjal,
Sementara aku, pengelana sunyi tak lagi mendengar suara hati,
Hanya dengan bayangmu, aku tak lagi sendiri, menunggu mati.
Puisi Karya @momo_DM - http://bianglalakata.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar