Lanangku, desa tak lagi memberikan yang saya minta
hati saya yang tertinggal di pucuk daun-daun cemara
jejak kaki saya yang pernah saya rendam di pinggiran kali yang tenang
dan ingatan yang saya simpan di sebuah ceruk rengkah batu bata rumah,
telah kehilangan keindahan.
Nang, ke kota saya akan jadi wedokmu yang ayu
memulas raut muka saya dengan pupur mahal yang tidak menggumpal saat bercampur keringat.
benges di bibir saya akan terasa lembut dan getar saat kamu kecup di penghujung waktu pertemuan kembali.
Benar, di kota tak ada kunangkunang, toh lampu merkuri juga indah.
saya ingin cahayanya dicelupkan ke bola mata saya yang suram.
saya ingin kelamnya langit malam menjadi cat rambut hingga legam di selasela jemarimu saat kamu nembang lagulagu rindu yang ternyata tak lagi saya rindu.
ah, saya cuma rindu peluk tubuhmu di tubuh saya dan ciumanmu di bibir saya yang beku, padahal panas malam di kota selalu terlalu.
Nanti entah kapan, sempatkan duduk bersama saya di bangku taman kota, Lanangku.
saya ingin kamu pangku.
biar nanti saya bacakan sebuah sajak dari seorang penyair tua kesayangan saya yang selama saya tinggal di kota saya selalu bersamanya.
sajak yang baitbaitnya saya gubah biar mengungkapkan kecintaan kamu terhadap saya.
Dan saat saya melihat kerlapkerlip lampu kota yang lena di kedalaman matamu, ah, betapa ia seperti kamu.
Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com
hati saya yang tertinggal di pucuk daun-daun cemara
jejak kaki saya yang pernah saya rendam di pinggiran kali yang tenang
dan ingatan yang saya simpan di sebuah ceruk rengkah batu bata rumah,
telah kehilangan keindahan.
Nang, ke kota saya akan jadi wedokmu yang ayu
memulas raut muka saya dengan pupur mahal yang tidak menggumpal saat bercampur keringat.
benges di bibir saya akan terasa lembut dan getar saat kamu kecup di penghujung waktu pertemuan kembali.
Benar, di kota tak ada kunangkunang, toh lampu merkuri juga indah.
saya ingin cahayanya dicelupkan ke bola mata saya yang suram.
saya ingin kelamnya langit malam menjadi cat rambut hingga legam di selasela jemarimu saat kamu nembang lagulagu rindu yang ternyata tak lagi saya rindu.
ah, saya cuma rindu peluk tubuhmu di tubuh saya dan ciumanmu di bibir saya yang beku, padahal panas malam di kota selalu terlalu.
Nanti entah kapan, sempatkan duduk bersama saya di bangku taman kota, Lanangku.
saya ingin kamu pangku.
biar nanti saya bacakan sebuah sajak dari seorang penyair tua kesayangan saya yang selama saya tinggal di kota saya selalu bersamanya.
sajak yang baitbaitnya saya gubah biar mengungkapkan kecintaan kamu terhadap saya.
Dan saat saya melihat kerlapkerlip lampu kota yang lena di kedalaman matamu, ah, betapa ia seperti kamu.
Puisi Karya @melcorner - http://jejakmelctr.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar