Kami tak menyebut diri sebagai pahlawan. Suara kami berasal dari rengekan anak-anak yang meminta susu dan baju baru. Kami orang-orang yang nasibnya lebih sering terapung dan hanyut menabrak-nabrak pinggiran sungai kotor penuh sampah dari tangan-tangan wakil kami.
Hidup jauh dari tubuh yang darahnya sama mengalir di tubuh kami adalah ketakutan yang menjadi ketaatan. Melangkah ke luar rumah dan masuk rumah lain yang tanahnya tak segembur tanah ladang di kampung. Kalian akan menemukan kami tersebar di seluruh bumi. Hidup dihajar nasib.
Kadang kami beruntung, tapi sering juga menunggu mati di tiang gantung. Saudara-saudara kami jauh takkan sanggup menempuh. Cuma doa-doa kalian yang jadi tangan pemeluk tubuh tanpa daya hukum.
Semoga tidak lagi ada tubuh gemetar meringkuk dengan bekas tampar, atau di sudut ruang basah penjara terkapar.
Pemimpin kami yang baik budi, kami masih ada jika kau sedikit lupa. Tolong kami dari nasib dingin, jangan cuma prihatin.
Kami tak menyebut diri sebagai pahlawan.
~ teras atas, 03 april 2014
Puisi karya @dzdiazz - http://aksaralain.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar