aku masih ingat, ketika musim tidak ada dingin
kami berjalan dalam taman seluas semesta:
tanpa busana, tanpa kecemasan meski sebesar udara.
betapa hidup adalah kenikmatan semata
kami memiliki kenyataan-kenyataan yang mimpi
kami ingin hidup dalam kenyataan.
kami berjalan dalam taman seluas semesta:
tanpa busana, tanpa kecemasan meski sebesar udara.
betapa hidup adalah kenikmatan semata
kami memiliki kenyataan-kenyataan yang mimpi
kami ingin hidup dalam kenyataan.
sampai suatu ketika, seekor ular menyapa
desisnya begitu manis
melebihi sungai susu di ujung sana
“maukah kau hidup dalam kenyataan?”, tanyanya.
kami terkesima, betapa kini kenyataan akan menjadi mimpi
dan mata ini begitu berbinar, tak hiraukan segala larangan.
sejurus kemudian, kami merasakan kenikmatan.
desisnya begitu manis
melebihi sungai susu di ujung sana
“maukah kau hidup dalam kenyataan?”, tanyanya.
kami terkesima, betapa kini kenyataan akan menjadi mimpi
dan mata ini begitu berbinar, tak hiraukan segala larangan.
sejurus kemudian, kami merasakan kenikmatan.
dan semuanya raib,
di atas rerumput taman,
tergeletak apel rumpang
yang menangis sesenggukan.
di atas rerumput taman,
tergeletak apel rumpang
yang menangis sesenggukan.
Puisi Karya @kolasecerita - http://ampaiankata.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar