-- F.T
Sepasang mata masygul dari bingkai wajah seorang dara mererakkan simpul-simpul senyum yang kuikat dan tergantung di langit kota, seperti pendar kunang-kunang yang hendak mati dan mewariskan cahaya pada lampion-lampion merah sewarna darah.
Ada yang tak sempat kau katakan, sebelum pada akhirnya bulir bening kaca -matamu- jatuh dan pecah di tengadah tanganku, di lengang bahuku, meninggalkan jutaan tancapan perih bilah-bilah airmata yang beku karena menunggu.
Ada yang ingin kau benamkan, juga ku makamkan di luap kesahmu. Hingga kecupmu-kecupku tenggelam dramatis bagai kapal raksasa yang dimangsa ganas dingin lautan Atalantik - menyisa kenang tanya.
***
Rindu-rindu itu sayang, selayak dosa-dosa kecil yang menumpuk di kepala, dan berayun-ayun bagai pendulum raksasa. Sementara mengingatmu adalah semacam memasuki pintu-pintu berkerlip cahaya di depan rumah-rumah bordil, di mana kenangan-kenangan menari telanjang, lantas bersenggama dengan ingatan.
... Dan sepasang mata masygul di wajahmu; Rahim bagi segenap alasan-alasan juga harapan-harapan terlarang yang tak pernah ingin terhenti memunajatkan sebaris nama. Entah sebagai doa, atau sebagai dosa.
Sepasang mata masygul dari bingkai wajah seorang dara mererakkan simpul-simpul senyum yang kuikat dan tergantung di langit kota, seperti pendar kunang-kunang yang hendak mati dan mewariskan cahaya pada lampion-lampion merah sewarna darah.
Ada yang tak sempat kau katakan, sebelum pada akhirnya bulir bening kaca -matamu- jatuh dan pecah di tengadah tanganku, di lengang bahuku, meninggalkan jutaan tancapan perih bilah-bilah airmata yang beku karena menunggu.
Ada yang ingin kau benamkan, juga ku makamkan di luap kesahmu. Hingga kecupmu-kecupku tenggelam dramatis bagai kapal raksasa yang dimangsa ganas dingin lautan Atalantik - menyisa kenang tanya.
***
Rindu-rindu itu sayang, selayak dosa-dosa kecil yang menumpuk di kepala, dan berayun-ayun bagai pendulum raksasa. Sementara mengingatmu adalah semacam memasuki pintu-pintu berkerlip cahaya di depan rumah-rumah bordil, di mana kenangan-kenangan menari telanjang, lantas bersenggama dengan ingatan.
... Dan sepasang mata masygul di wajahmu; Rahim bagi segenap alasan-alasan juga harapan-harapan terlarang yang tak pernah ingin terhenti memunajatkan sebaris nama. Entah sebagai doa, atau sebagai dosa.
Puisi Karya @acturindra -- http://senjasorepetang.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar