Sabtu, 20 April 2013

Aku Menepikanmu

“Cukup dua musim berbuah, aku sudah tiba di bawah pohon mangga — buah kesukaanku,” katamu.

Itu janjimu, kau tulis dalam puisi.
Di atasnya kau dirikan altar, beralas kain putih,
di sini.

Ini musim yang kesekian. Aku menantimu.
Hanya angin berderak tanpa kabar.
Menjatuhkan daun-daun — enggan rindu; enggan dipeluk.

Bisa saja kau lupa, seperti biasa lupa selalu.
Sebab kepalamu mulai berbunga jambu
mungkin angin salah meniup, jatuh kabar tak menentu.
Dan kau salah pohon.

Kini kau tiba dari kepergianmu, bertamu di kursi beranda rumah.
Angin lirih menghantar percakapan sepoi.

Ahaa, kaubawakan dua bungkus rujak: “pedas sekali dengan banyak potongan mangga,” katamu

Aku mengaturnya,menghidangkan untuk kita di atas dua piring saji.
Segera saja kau mulai asyik melahap buah-buahnya — “pedas,” katamu sambil melirikku.

Lalu aku pun asyik mulai menepikan semua potongan mangga itu di tepi — “nanti kubuang,” kataku.

Percakapan kita terhenti.

Akhirnya kau mengerti
– aku yang menepikanmu.

Puisi Karya @_bianglala ~ http://pelangiaksara.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar