Sabtu, 13 April 2013

Hitam.. Kelam

Aku menetap ke atas
Dimana kapas hitam merintikkan rinainya
Tak sedikit, kepalaku seolah terpukul rintik itu
Aku berada di tengah ruang luas
Ruang dengan atap kapas hitam berinai deras
Terputar piringan hitam tanpa harus ku tekan tombol “on”
Seolah nyata di depan mataku
Jatuh tepat pada fokusku
Nyata, tegak dan diperbesar
Dengan bangganya kau tertawa dengan kekerdilanmu
Tawa yang kau anggap ceria
Tawa yang menyakitkan
Tak lagi untuk gendang telingaku
Namun untuk hatiku
Terlihat kau tersenyum bangga
Senyum yang kau anggap indah
Dengan bangganya kau senyum dengan balutan topengmu
Topeng dengan beribu warna indah
Tak sadar di balik topeng itu hanya ada satu warna
Hitam..
Kelam..
Sesaat lagi warna – warni topengmu akan terhapus
Terhapus mendung dan rinai
Tergantikan dengan warnamu yang sebenarnya
Hitam..
Kelam..
Semakin keras ku dengar pekikkan kepura-puraanmu
Bersama bala tentaramu
Yang dungu tak sadar panglimanya pemilik topeng kemunafikan terbaik di dunia
Semakin ku rasa kehangatan di pipiku
Sepertinya rintik ini bersahabat
Menemani gundukan air di kelopak mata yang lemah
Tak hentinya piringan hitam itu berputar
Ingin ku hentikan
Namun tubuh ini terlalu kaku untuk berlari menekan tombol “off”
Hatiku hanya dapat memberontak
Ya ! hanya lewat hati ku memberontak
Semakin nyata ku rasakan kehangatan di sela rintik deras yang mengalir hebat di pipiku
Tak terencana
Gundukan itu meleleh menambah kehangatan di pipiku
Meleleh bersama dustamu
Semoga ia ikut mengalir menuju samudra Bersama rinai dan air mataku

Puisi Karya @PutriiPii - http://dibalikkepala.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar