Jumat, 19 April 2013

Tiga Perihal yang Selalu Kutemukan dalam Keranjang Hitam Gadis Bergaun Sewarna Rembulan Pucat

Malam baru saja tiba, mengantar geligir ngilu ke pasar kesunyian. Berkeranjang hitam, dengan gaun sewarna rembulan pucat yang sirnarnya dicuri mendung, gadis itu memilih dan memilah kesedihan bagi dirinya, mungkin juga kebahagiaan. Karena tidak ada yang tahu, barangkali kesedihan-kesedihan yang tersimpan lama akan jauh bermakna dari kebahagian-kebahagian yang cepat tiba lantas segera tiada.

Anggur merah sewarna luka dalam dadanya, Asin garam serupa krital-krital bening yang meleleh dari laut matanya, juga gulali merah muda seperti lingkar rona pipi saat legit cinta belum luruh terhapus deru waktu. Adalah tiga perihal yang dipilih gadis itu untuk menemaninya melewati malam.

: Anggur merah sewarna luka. Ah, barangkali luka memang benar-benar seperti anggur merah; diperas lalu disimpan hingga butuh beberapa jenak untuk jadi sesuatu yang beraroma menggoda, sesuatu yang memabukkan para pecinta. Ah, luka, kau telah jadi candu bagi dada gadis itu — dada yang lebam membiru sebab haru.

: Asin garam serupa kristal-kristal bening yang meleleh dari laut matanya. Barangkali tak ada petani garam yang lebih tabah dari seseorang yang cintanya jatuh pada tempat yang salah. Dan gadis itu, gadis yang menyimpan keheningan laut di matanya, adalah seseorang di antaranya.

: Gulali merah muda seperti lingkar rona pipi. Barangkali memang masih ada yang ingin dikenang dari kecap legitnya cinta yang pernah singgah di lidahnya; manis-manis yang kini cuma meninggalkan pahit, juga perih di tenggorokannya.

Malam baru saja tiba, masih ada yang ingin dibeli gadis bergaun sewarna rembulan puncat di langit sana dari pasar kesunyian. Entah itu kebahagiaan yang segera tiada, atau kesedihan-kesedihan yang menjadikannya bermakna. Entahlah…

Puisi Karya @acturindra ~ http://senjasorepetang.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar