Foto by Jamie Baldridge |
Tiba-tiba menguak pernah disebut rindu. Berlompatan dentum dari dada berdinding batu ke dinding batu — terhenti pada aksara terakhir, menakik pilu yang tak terlalaikan, meluntahkan ngilu dimampatkan kebas rasa.
Kini di mana kausembunyikan remah-remah cangkang penyesalan?
Semoga tidak di kepalamu, biar beda yang tumbuh. Seumpama sangkar-sangkar burung rapuh, mengapit tali jahit yang menali-pitakan ingatan dengan deguban.
Aku menandai pilu dalam diam tubuhku, dengan telanjang kerapuhan. Memangku doa-doa. Sesekali memecahkan cangkang waktu, menengok adakah lalaimu mampat di situ.
Sungguh, tiada kepuraan tersaji dari rapuh meja dan kursi kayu tempatku duduk dalam kesendirian tanpamu.
Puisi Kolaborasi Karya @dzdiazz dan @_bianglala - http://pelangiaksara.wordpress.com dan http://aksaralain.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar